Mengenal Holding Company di Indonesia

 

Oleh: Nur Agung Sugiarto, S.H., M.H

 

Pengertian Holding Company

Holding company dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perusahaan induk, yaitu merupakan perusahaan yang dibentuk untuk memiliki saham satu perusahaan atau lebih serta dapat memiliki kuasa untuk mengendalikan proses usaha pada badan usaha yang dimiliki sahamnya oleh perusahaan induk. Dengan melakukan pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, diharapkan tercapainya tujuan peningkatan atau penciptaan nilai pasar perusahaan (market value creation) berdasarkan lini bisnis perusahaan.

Munir Fuady dalam bukunya Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, mengartikan holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuaan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Sedangkan Komaruddin dalam bukunya Ekonomi Perusahaan dan Manajemen, mengatakan bahwa holding company adalah suatu badan usaha yang didirikan dengan tujuan untuk menguasai sebagian besar saham dari badan usaha yang akan dipengaruhinya.

Berdasarkan pengertian holding company menurut beberapa para pakar, pembentukan holding company berperan dalam merencanakan, mengkoordinasikan, mengkonsolidasikan, mengembangkan, serta mengendalikan dengan tujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, termasuk anak perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya.

Penggabungan badan usaha dalam bentuk holding company pada umumnya merupakan cara yang dianggap lebih menguntungkan, dibanding dengan cara memperluas perusahaan dengan cara ekspansi investasi. Karena dengan penggabungan perusahaan ini, akan diperoleh kepastian mengenai daerah pemasaran, sumber bahan baku atau penghematan biaya melalui penggunaan fasilitas dan sarana yang lebih ekonomis dan efisien.

Landasan Hukum Holding Company

Holding company tidak secara khusus diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun, holding company dapat ditemukan pada Pasal 1 angka (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Izin Lokasi PMA/PMDN yang kini telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, yang mana menyatakan: ”Group perusahaan adalah dua atau lebih badan usaha yang sebagian sahamnya dimiliki oleh orang atau badan hukum yang sama baik secara langsung maupun melalui badan hukum lain, dengan jumlah atau sifat pemilikan sedemikian rupa, sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya badan usaha”.

Holding company timbul atas adanya perkembangan dari perseroan terbatas yang ada di Indonesia. Pada dasarnya hukum perusahaan di Indonesia belum mengatur secara yuridis mengenai holding company itu sendiri. Istilah yang sering diartikan sama dengan holding company antara lain adalah perusahaan induk, perusahaan grup, controlling company, maupun parent company.

Perusahaan grup memiliki konstruksi sebagai suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan. Legitimasi kepada perusahaan grup terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang memperkenankan kepada suatu perseroan melakukan perbuatan hukum untuk memiliki saham pada perusahaan lain atau mengambil alih saham yang menyebabkan beralihnya pengendalian perseroan lain sehingga berimplikasi kepada lahirnya keterkaitan antara induk dan anak perusahaan.

Holding company di Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas, oleh karenanya holding company harus tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas. Tujuan pendirian holding company pada umumnya untuk membuat suatu kelompok usaha yang kuat dengan satu induk pemilik saham mayoritas sehingga kegiatan dari anak perusahaan lebih terkontrol dan terarah.

Pembentukan Holding Company

M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas, mengatakan proses pembentukan holding company dapat melalui 3 (tiga) prosedur, yaitu :

  1. Prosedur Residu. Pada prosedur ini, holding company terbentuk bermula dari dipecahnya perusahaan asal sesuai dengan masing-masing sektor usaha, yang biasanya berbentuk perseroan terbatas yang mandiri. Sementara ini sisanya (residu) dari perusahaan asal dikonversi menjadi holding company.
  2. Prosedur Penuh. Dalam prosedur ini, dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama/berhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu holding company. Dalam hal ini yang menjadi holding company bukan sisa dari perusahaan asal tetapi perusahaan penuh yang mandiri yang dapat berupa dibentuknya perusahaan baru, diambil dari salah satu perusahaan yang ada tapi masih dalam kepemilikan yang sama atau berhubungan atau diakuisisi perusahaan yang lain yang sudah terlebih dahulu ada tetapi dengan kepemilikan yang lain dan tidak berkaitan satu sama lain.
  3. Prosedur Terprogram. Pada prosedur ini, sudah sejak awal bisnis ini sudah terpikir membentuk holding company. Kemudian untuk setiap bisnis yang akan dilakukan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain dimana holding company sebagai pemegang sahamnya, biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partner bisnis.

Lebih lanjut, M. Yahya Harahap mengatakan pembentukan usaha holding company setidaknya melalui dua proses pembentukan yaitu:

  1. Integrasi Vertikal. Merupakan suatu usaha perusahaan untuk memperoleh kendali terhadap input (backward) dan output (forward) maupun keduanya. Melalui integrasi vertikal, perusahaan dapat memadukan keseluruan proses produksi dari pasokan sumber daya, produksi, hingga distribusi. Lain halnya dengan Integrasi Horizintal yaitu merupakan perluasa operasi usaha untuk meningkatkan pangsa pasar dan memperkuat daya saing dengan cara menggabungkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama melalui merger atau akuisisi.
  2. Disversifikasi. Merupakan usaha perusahaan untuk memperluas operasional dengan berpindah ke industri yang berbeda atau mengerjakan produk yang berbeda dengan pasar yang berbeda. Ada 2 (dua) disversifikasi yaitu disversifikasi terkait (merupakan disversifikasi dalam industri yang berbeda namun salah satunya berkaitan dengan suatu cara operasional perusahaan yang masih berlangsung dan disversifikasi tidak terkait (merupakan disversifikasi dalam industri yang sama sekali berbeda).

Selain itu terdapat juga pembagian perusahaan grup (holding company) berdasarkan sifatnya, yang mana terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

  1. Grup Usaha Vertikal. Grup usaha vertical berarti bahwa jenis usaha dari masing- masing perusahaan masih tergolong serupa, hanya produk yang dihasilkan saja berbeda, misalnya; ada subsidiary company yang menyediakan bahan baku, sementara subsidiary company lainnya memproduksi bahan setengah jadi atau bahan jadi. Dengan demikian grup usaha ini menguasai suatu jenis produksi dari hulu hingga hilir.
  2. Grup Usaha Horizontal. Grup usaha horizontal berarti bahwa jenis usaha dari masing- masing perusahaan tidak ada kaitannya satu sama lain.
  3. Grup Usaha Kombinasi. Grup usaha kombinasi berarti bahwa terdapat sejumlah perusahaan yang jenis usahanya berada pada satu line business yang sama, sementara beberapa perusahaan lainnya memiliki jenis usaha yang tidak ada kaitannya satu sama lain.

Jenis-Jenis Holding Company

Menurut Sulistiowati dalam bukunya Aspek Hukum dan Realistas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, Holding Company dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu Investment Holding Company dan Operating Holding Company, di mana keduanya ditinjau dari kegiatan perusahaan induk yaitu:

  1. Investment Holding Company. Pada investment holding company, induk perusahaan hanya melakukan penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan uperasional. Induk perusahaan memperoleh pendapaan hanya dari dividen yang diberikan oleh anak perusahaan.
  2. Operating Holding Company. Pada operating holding company, induk perusahaan menjalankan kegiatan usaha dan mengendalikan anak perusahaan. Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh induk perusahaan tersebut.

Undang-undang Perseroan Terbatas belum mengatur mengenai holding company, namun demikian dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Tentang Pedoman Peniliaian Dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha di Pasar Modal terdapat definisi investmeni holding company dan operating holding company yaitu:

  1. Pasal 1 huruf a butir ke 24: Perusahaan Induk (Holding Company) atau perusahaan Investasi (Investment Company) adalah suatu perusahaan yang sebagian besar pendapatannya hanya berasal dari penyertaan pada perusahaan-perusahaan lain.
  2. Pasal 1 huruf a butir ke 25: Perusahaan Induk Operasional (Operating Holding Company) adalah suatu perusahaan yang pendapatannya berasal dari penyertaan pada perusahaan lain dan kegiatan usaha lainnya

Keberadaan holding company dapat diketahui berdasarkan pengklasifikasian holding company dengan menggunakan berbagai kriteria yaitu sebagai berikut:

  1. Ditinjau dari keterlibatan holding company dalam berbisnis sendiri (tidak lewat perusahaan anak), klasifikasinya adalah Holding company semata-mata. Secara de facto ia tidak melakukan bisnis sendiri dalam praktek dan dimaksudkan hanya untuk memegang saham dan mengontrol perusahaan anaknya, dan Holding company beroperasi. Disamping bertugas memegang saham dan mengontrol perusahaan anak ia juga melakukan bisnis sendiri
  2. Ditinjau dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan, merupakan kategori sampai sejauh mana holding company ikut terlibat dalam pengambilan keputusan perusahaan anaknya, meliputi: Holding Company Investasi ( pemegang saham pasif). Disini holding company memiliki saham pada perusahaan anaknya semata-mata hanya untuk investasi, tanpa perlu mencampuri soal manajemen dari perusahaan anak. Oleh karena itu, kewenangan mengelola bisnis sepenuhnya atau sebagian besar berada pada perusahaan anak, dan Holding Company Manajemen. Disini holding company ikut juga mencampuri, atau setidak-tidaknya memonitor terhadap pengambilan keputusan bisnis dari perusahaan anak.
  3. Ditinjau dari segi keterlibatan equity Jika melihat sampai sejauh mana holding company terlibat dalam saham (equity), pembagiannya adalah sebagai berikut: Holding Company AfiliasiHolding company memegang kurang dari 51% saham perusahaan anaknya: Holding Company Subsidiary. Holding company memegang 51% saham perusahaan anaknya: Holding Company Non Kompetitif. Holding company ini memegang tidak sampai 51% saham peruashaan anaknya, tetapi tetap tidak kometitif dibandingkan dengan pemegang saham lainnya; Holding Company Kombinasi. Holding company ini adalah kombinasi dari holding company afiliasi, subsidiary, non-kompetitif. Di mana ia memegang saham pada beberapa perusahaan anak sekaligus, ada yang memegang 51 % saham bahkan lebih, ada yang kurang dari 51 % saham, dan kompetitif atau non-kompetitif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kedudukan Lembaga Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945

Pranata Hukum (Sebuah Telaah Sosiologis) - Prof. Dr. Esmi Warassih, SH., MS