Hakim Marzuki Yang Berhati Mulia

Kasus Nenek Curi Singkong
 
Berapa minggu yang lalu ketika bertamu di salah satu rumah rekan saya, rekan saya memperlihatkan pesan BBM'a kepada saya terkait kasus antara PT. Andalas Kerta dengan seorang nenek yang mana kasus'a tak lain adalah ia di tuduh mencuri singkong.

Kasus tahun 2011 lalu di Kabupaten Prabumulih, Lampung (kisah nyata). Di ruang sidang pengadilan, Hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong. Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar. Namun, manajer PT Andalas Kertas (Bakrie Group) tetap pada tuntutannya, agar menjadi contoh bagi warga lainnya.

Hakim Marzuki menghela nafas, dia memutus di luar tuntutan Jaksa Penuntut Umum, “Maafkan saya,” katanya sambil memandang nenek itu. “Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi Anda harus dihukum. Saya mendenda Anda Rp1 juta dan jika Anda tidak mampu bayar, maka Anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan Jaksa Penuntut Umum.”
Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam. Sementara itu, Hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukkan uang Rp1 juta ke topi toganya serta berkata kepada hadirin.

“Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar Rp50 ribu, sebab menetap di kota ini, yang membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya. Saudara Panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini, lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa,” kata dia.

Sampai palu diketuk dan Hakim Marzuki meninggalkan ruang sidang, nenek itu pun pergi dengan mengantongi uang Rp3,5 juta, termasuk uang Rp50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT Andalas Kertas yang tersipu malu karena telah menuntutnya. Sungguh sayang kisahnya luput dari pers.

Sumber: http://www.kabarekonomi.com/2012/02/grup-bakrie-bantah-miliki-pt-andalas-kertas.html

Dari permasalahan di atas saya dan rekan saya berusaha menggali pesan yang di sampaikan oleh Hakim Marzuki melalui putusan'a. Saya teringat dengan slogan "berhukum dengan nurani" yang selalu di perkenalkan olah Satjipto Rahardjo. Beliau selalu mengkampanyekan semangat berhukum secara progresif. Menurut Prof. Tjip, hukum harus memiliki hati nurani dikarenakan hukum itu sendiri adalah buatan manusia yang berguna untuk menyelesaikan persoalan manusia.

Untuk itu agar hukum mampu mencapai kehendak tertinggi dari keinginan manusia di dunia yaitu kebahagian, maka berpikir secara progresif sangat dibutuhkan untuk kembali memanusiakan aturan hukum yang sangat kaku. Karena hukum hendaknya bisa memberikan kebahagian kepada rakyat dan bangsanya.

Sejati'a hukum bukan hanya memberikan kepastian hukum saja, melainkan dapat memberikan keadilan dan kemanfaatan kepada siapa saja yang membutuhkan hukum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kedudukan Lembaga Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945

Mengenal Holding Company di Indonesia

Akibat Hukum Perseroan Terbatas Yang Dijatuhi Putusan Pailit