Pranata Hukum (Sebuah Telaah Sosiologis) - Prof. Dr. Esmi Warassih, SH., MS


Prolog
Basis Sosial Hukum:
Pertatutan Ilmu Hukum dan Ilmu Pengetahuan Sosial
Dalam abad sekarang ini yang mana sendi-sendi kehidupannya yang semakin maju diperlukan aturan hukum yang sejalan dengan perkembangannya. Hukum haruslah dapat merespon segala segala seluk beluk kehidupan sosial yang melingkupinya agar tidak tertinggal dari perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, peranan hukum menjadi sangat penting dalam menghadapi permasalahan sosial yang akan muncul nantinya.
Dalam konteks demikian, hukum tidak hanya di pahami secara yuridis normatif saja, tetapi juga harus di pahami secara deskriptif melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial. Studi hukum non yuridis normatif telah menunjukan bahwa hukum bukan lagi sebagai lembaga yang otonom melainkan sebagai suatu proses sosial dengan memanfaatkan hasil dari karya para ahli ilmu sosial dalam menghadai masalahnya.
Dinamika Pemikiran dalam Ilmu Hukum 
            Banyak cara berpikir untuk dapat menjelaskan dan memahami hukum, yaitu dengan cara berpikir ”aliran analitis”, yang memandang hukum sebagai penetapan kaitan-kaitan logis antara kaidah-kaidah  dan antara bagian-bagian yang ada dalam tertib hukum. Istilah hukum dalam pandangan ini selalu di definisikan secara tegas. Aliran ini cenderung meletakkan perosalan hukum sebagai persoalan yang legalitas-formal mengenai penafsiran serta penerapan pasal undang undang.
            Aliran ini berpendapat bahwa setiap peraturan hukum ditetapkan maka peraturan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem hukum positif dan aturan tersebut tetap berputar sebagai bagian dari sistem tersebut secara logis, rational, konsisten dan sistematis yang selalu menepatkan hukum dalam batas-batas perundang-undangan dan sebagai lembaga otonom di tengah-tengan masyarakat.
            Tak dapat di pungkiri, bahwa perkembangan masyarakat semakin maju dan kompleks oleh karena itu di perlukan aturan hukum yang sejalan dengan hal tersebut. Hukum memegang peranan yang sangat penting sebagai kerangka kehidupan sosial masyarakat modern.
            Munculnya aliran pemikiran non-analitis disebabkan oleh bahwa pengaturan hukum tidak hanya dilihat dari legitimasinya saja dan dilihat sebagai ekspresi dari nilai-nilai keadilan, akan tetapi hukum di pandang sebagai suatu lembaga yang bekerja untuk dan di dalam masyarakat.
            Sinzheimer berpendapat bahwa hukum tidak hanya bergerak dalam ruang yang hampa dan berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, melainkan selalu berada dalam suatu tatanan sosial tertentu dan manusia-manusia yang hidup. Efisiensi hukum menjadi sangat penting terkait hubungan hukum antara faktor-faktor dengan kekuatan sosial luarnya. Robert B. Siedman mengatakan bahwa sekalipun undang-undang di keluarkan pasti akan berubah. Baik melalui perubahan normal maupun melalui birokrasi.
            Hubungan antara tertib hukum dengan tertib sosial menjadi permsalahan pokok dalam ilmu hukum dan harus diperhatikan secara serius agar masalah yang di atur dapat terurai dengan baik.
            Hukum tidak hanya di lihat dari segi penetapan peraturan hukumnya saja tetapi perwujudan sosial di dalam hukum. 4 proses fungsional utama sistem sosial menurut Bredmeier, yaitu: adaptasi, perwujudan tujuan, mempertahankan pola dan integrasi. Keempat proses tersebut saling berkaitan dengan memberikan hasil.
Hukum dan Ilmu Pengetahuan Sosial
Dengan semakin majunya kehidupan masayarakat, hukum harus dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk mengaturnya. Tidak hanya peraturan formal saja yang diperhatikan tetapi juga komponen-komponen sosial dalam proses pembuatan peraturan hukum. Oleh karena itu, ilmu-ilmu sosial sangat bermanfaat untuk membangun tatanan hukum dalam masyarakat.
            Montesquieu dalam pokok tesisnya berpendapat bahwa hukum manusia tidak lain adalah hasil akhir dari bekerjanya berbagai peristiwa sebab dan akibat dalam masyarakat, sehingga perlu bantuan dari ilmu pengetahuan sosial. Disini terlihat perbedaan antara ilmu pengetahuan sosial yang sifatnya deskriptif dengan ilmu pengetahuan hukum yang sifatnya normatif dan evaluatif.
            ”Teori Hukum Sosial” diperlukan untuk memperluas wawasan keilmuan dari hukum agar keluar dari paradigm lama yang bersifat normatif dan evaluatif, dengan melibatkan kekuatan kultur sosial, ekonomi dan sebab sosial lainnya.
            Perspektif hukum positivik yang melihat peraturan-peraturan logis-rasional sudah tidak memadai lagi dengan munculnya hubungan hukum antara tingkah laku manusia dengan ketentuan-ketentuan yang bekerja di dalam masyarakat.
            Satjipto Rahardjo mempertanyakan apakah nilai-nilai hukum yang ada sekarang mampu untuk mengatur kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih rumit, karena fungsi hukum sebagai sarana pengendali sosial sudah tidak dapat lagi mengendalikan peraturan hukum formal.
            Hukum dimanfaatkan untuk merumuskan kebijakan (policy) dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat termasuk sosial, ekonomi, politik dan budaya. Pelaksanaan keadilan memerlukan keahlian yang bersifat non-hukum, karena hukum tidak dapat lepas dari realitas sosial yang ada.
Kompleksitas Bekerjanya Hukum
Hukum akan sulit untuk menata kehidupan sosial apabila tidak dapat menyesuaikan perubahan sosial yang makin kompleks. Bodenheimer mengatakan bahwa hukum tidak dapat di mengerti secara baik apabila terpisah dari norma sosial sebagai norma yang hidup. Hukum yang hidup menurut Eugen Erlich adalah hukum menguasai hidup itu sendiri sekalipun tidak d cantumkan dalam peraturan-peraturan hukum.
            Melalui pemanfaatan ilmu sosial dapat di ketahui bagaimana memahami setiap persoalan yang timbul di dalam kerangka tertib sosial yang luas dengan merumuskan sistem agar memperolah hasil yang efektif.
            Kekuatan kekuatan sosial mulai bekerja pada proses pembuatan undang-undang yang akan terus berusaha dan mempengaruhi proses legislasi secara efektif dan efisien, dengan hasil yang diinginan oleh masyarakat.
            Menurut Gustav Radbruch ada tiga nilai dasar yang harus diwujudkan oleh pelaksana hukum, yaitu keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Nilai kemanfaatan akan mengarahkan hukum pada pertimbangan kebutuhan masyarakat, sehingga hukum benar-benar mempunyai peranan yang nyata bagi masyarakat.
            Hakim, polisi dan masyarakat yang dimaksudkan sebagai pemegang peranan di tentukan dan dbatasi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan sistem budaya. Yehezkel Dror mengatakan bahwa budaya atau efektifitas masyarakat tertentu sangat berjalin erat dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat. Ketika mengkaji bekerjanya hukum, Seidmen berusaha untuk memanfaatkan teori-teori dari ilmu-ilmu sosial, yaitu teori peran, dimana peranan hukum akan menimbulkan perubahan tertentu yang di kehendaki oleh pembuat hukum.
            Bekerjanya hukum itu tidak hanya di tentukan oleh peraturan-peraturan hukum itu sendiri, melainkan dapat berupa: sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya, aktifitas dari lembaga pelaksana hukum, seluruh kekuatan-kekuatan sosial, politik yang bekerja atas diri pemegang peran tersebut.

Simpulan
Tujuan ilmu adalah mencari penjelasan dari gejala-gejala yang ditemukan, yang memungkinkan untuk mengtahui sepenuhnya hakikat obyek yang di hadapi. Ilmu pengetahuan tidak dapat menutup sebagai studi hukum yang normatif, melainkan perlu hasil ilmu-ilmu sosial yang hakikatnya merupakan studi yang deskriptif yaitu memaparkan apa adanya tanpa memberikan suatu penilaian.

Bagian Pertama : Cita Hukum
1
Hukum Sebagai Sistem Norma dan Fungsi-Fungsinya
Hukum dalam perkembangannya tidak hanya di gunakan untuk mengatur tingkah laku masyarakat saja, melainkan dapat digunakan sebagai sarana untuk perubahan-perubahan di segala bidang.
            Konsep hukum menurut Friedrich Karl von Savigny menyatakan bahwa hukum merupakan ekspresi dari kesadaran hukum rakyat (Volkgeits). Konsep tersebut dikarenakan bahwa masyarakat masih sederhana. Perkembangan masyarakat membawa perubahan tentang konsep hukum yaitu melakukan pilihan-pilihan dari berbagai alternative untuk mencapai tujuan yang di harapkan.
            Konsep hukum modern apabila hukum sebagai sarana, hukum merupakan suatu kebutuhan masyarakat yag bekerja dengan cara memberikan petunjuk tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Pengertian Hukum
            Hingga sekarang belum di temukan pengertian yang baku tentang pengertian hukum. Lemaire mengatakan bahwa hukum banyak seginya sehingga orang tidak dapat memberikan definisi hukum yang memadai dan komprehensif. Kisch juga menyatakan bahwa hukum tidak dapat di tangkap oleh panca indera sehigga sulit di definisikan.
            Hukum menurut Van Vollen Hoven adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan bentur dan membentur tanpa henti-hentinya. Soediman mendefnisikan hukum sebagai pikiran ata anggapan orang tentang adil dan tidak adil mengenai hubungan antar manusia.
            Hukum merupakan hasil karya manusia yang berjalan secara terus menerus dan selalu mengalami proses untuk menjadi norma hukum dalam bentuk simbol-simbol, yang diperoleh melalui metode socio-legal yang tidak melihat dari sisi tekstual namun konteks dan kontekstualisasi juga, sehingga hukum terlihat filosofis, normatif dan sosiologis.
Tujuan Hukum
            Tujuan hukum menurut Teori Etis adalah sematan-mata untuk menemukan keadilan. Geny mengatakan tujuan hukum adalah untuk merealisasikan atau mewujudkan keadilan. Hakikat keadilan terletak pada penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan, yaitu pihak yang member perlakuan dan pihak yang menerima perlakuan. Akan tetapi dalam praktek ada kecenderungan untuk memberikan penilaian terhadap rasa keadilan menrutu pihak yang menerima perlakuan saja.
            Penganut Teori Utilitas, Jeremy Bentham berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin kebahagiaan yang tebesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya.
            Tujuan hukum menurut Teori Campuran adalah ketertiban, yang mana merupakan syarat dalam masyarakat yang teratur. Selain itu tujuan hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah untuk mencapai keadilan baik isi maupun ukurannya menurut masyarakat dan jamannya.
            Purnadi Purbacaraka dan Serjono Soekanto berpendapat bahwa tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban ekstern pribadi dan ketenangan intern pribadi. Tujuan hukum menurut Van Apeldoorn, yaitu mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Tujuan hukum menurut Soebekti, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya.
            Secara garis besar tujuan hukum itu mengatur masyarakat agar tertib, damai, mewujudkan keadilan serta mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan atau kesejahteraan.
Fungsi-Fungsi Hukum
            4 fungsi dasar hukum menurut Hoebel, yaitu:
  1. Menetapkan hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat.
  2. Menentukan pembagian kekuasaan, siapa saja yang melakukan, siapakah yang menaatinya dan sanksi-sanksi yang tepat dan efektif.
  3. Menyelesaikan sengketa.
  4. Memelihara masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi kehidupan yang berubah.
Hukum berfungsi sebagai kontrol sosial untuk mengatur tingkah laku masyarakat. Hukum juga berfungsi sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial. Fungsi utama menurut Bredmeier yang sifatnya integrative, yaitu untuk mengurangi unsure-unsur konflik yang potensial dalam masyarakat dan untuk melicinkan proses pergaulan sosial.
Hukum Sebagai Suatu Sistem Norma
            Dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai suatu tujuan secara efektif, hukum harus dilihat sebagai sub sistem yang besar, yaitu masyarakat dan lingkungannya. Sistem menurut Bertalanffy, Kenneth Building berkaitan dengan aspek, yaitu keintegrasian, keteraturan, keutuhan, keterorganisasian, keterhubungan komponen satu sama lain, ketergantungan komponen satu sama lain. Menurut Shrode dan Voich, sistem juga harus berorientasi kepada tujuan.
            Pengertian hukum sebagai sistem hukum dikemukakan Lawrence M. Friedman, bahwa hukum itu terdiri dari struktur, substansi dan kultur. Hans Kelsen berpendapat bahwa norma tertinggi dinamakan Grundnorm atau Basic Norm (Norma Dasar), dan Grundnorm pada dasarnya tidak berubah-rubah. Melalui Grundnorm, peraturan hukum disusun dalam satu kesatuan secara hierarkhis. Grundnorm merupakan sumber nilai bagi sistem hukum. Teori Hans Kelsen yang membentuk bangunan berjenjang atau yang disebut stufentheory.
            Dalam suatu norman hukum tidak dibenarkan adanya kontradiksi antara norma hukum yang lebih rendah dengan norma hukum yang lebih tinggi.
Simpulan
            Pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perlu dipahamai bahwa hukum sebagai satu norma agar tidak terjadi pertentangan antara norma hukum yang lebih rendah dengan norma hukum yang lebih tinggi.

2
Fungsi Cita Hukum Dalam Pembangunan Hukum Yang Demokratis
            Fungsi cita hukum dalam pembangunan hukum yang demokratis adalah sebagai alat untuk mendinamisasikan masyarakat yang dapat mengakomodasikan semua dinamika masyarakat yang semakin kompleks. Hukum menentukan serta mengatur bagaimana hubungan itu dilakukan dan bagaimana akibatnya. Hukum memberikan pedoman tingkah yang di larang maupun yang di ijinkan.
            Perkembangan hukum demikian menunjukkan suatu konsep yang modern, yang tidak hanya dilihat sebagai sarana untuk pengendalian sosial tetapi juga sarana untuk melakukan perubahan.    Cita hukum memiliki perang dan fungsi yang penting dalam penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, dimana dalam pembuatannya tidak menimbulkan pertentangan dan bermuara pada cita hukum yang telah disepakati. Makna yang terkandung dalam cita hukum harus dapat terwujud dalam tatanan hukum yang demokratis.
Elemen-Elemen Pembentukan Hukum
            Menurut Attamini, pembentukan peraturan perundang-undangan meliputi kegiatan yang berhubungan dengan isi atau substansi peraturan, metode pembentukan, serta proses atau substansi pembentukan peraturan. Menurut Krems, pembentukan peraturan perundang-undangan bukan merupakan kegiatan yuridis semata, melainkan suatu kegiatan yang sifatnya interdisipliner.
            Pengaturan hukum bukan semata-mata permasalahan legalitas formal saja tetapi bagaimana mengatur masyarakat sehingga timbul efek-efek yang dikehendaki oleh hukum. Karenanya diperlukan bantuan sosiologi hukum, ilmu-ilmu sosial lainnya, agar peraturan perundang-undangan yang telah di buat tepat sasaran.
Peran Produk Hukum
            Hukum merupakan elemen penting bagi perkembangan politik, sehingga hukum merupakan suatu bagian yang integral dari kebijaksanaan. Keberadaan isntitusi hukum merupakan indicator dari suatu kebijaksanaan.
            Indonesia adalah Negara hukum. Hukum adalah dasar dan pemberi petunjuk bagi semua aspek kegiatan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Melalui norma hukum, kehadiran hukum di harapkan dapat menimbulkan suatu kemantapan dan keteraturan dalam menyelenggarakan kebutuhan-kebutuhan seluruh anggota masyarakat.
Kejelasan Konsep dan Bahasa Hukum
            Konsep dan bahasa diperukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Kejelasan konsep di perlukan untuk membantu dan menuntun proses perancangan suatu produk hukum, baik dalam hal pengembangan substantive policy maupun dalam mengkomunikasikannya.
            Suatu produk hukum hendaknya ditelaah dan di kaji dari sudut pandang filsafat hukum, teori hukum, sosiologi hukum, sejarah hukum maupun dogmatic hukum.  Oleh karena itu, diperlukan suatu cara pandang, landasan pemikiran yang bersifat mendasar dan konsepsional dalam bidang hukum.
Memahami Hukum Sebagai Sistem
            Definisi sistem:
  1. Sistem berorientasi pada tujuan.
  2. Keseluruhan adalah lebih baik dari sekedar jumlah dari bagian-bagiannya.
  3. Sistem berinteraksi dengan sistem yang lebih besar yaitu lingkungan.
  4. Bekerjanya bagian-bagian dari sistem itu menciptaan suatu yang berharga.
  5. Masing-masing bagian harus cocok satu sama lain.
  6. Ada kekuatan pemersatu yang mengikat sistem itu.
Hans Kelsen dalam Stufenbae Theorynya, norma hukum yang lebih rendah tidak boleh bertetangan dengan norma hukum yang lebih tinggi.
Jika dipahami sebagai sistem norma, peraturan perundang-undangan yang paling tinggi sampai yang paling rendah tidak boleh saling bertentangan satu sama lain. Proses pembentukan peraturan perundang-undangan dinamakan konkritisasi.
Cita Hukum: Kunci Pembentukan Hukum
            Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 mewujudkan cita hukum, yang tidak lain adalah Pancasila. Gustav Radbruch, berpendapat bahwa cita hukum berfungsi sebagai tolak kur yang bersifat regulative dan konstitutif. Hans Kelsen menyebut cita hukum sebagai Grundnorm atau Basic Norm. Cita hukum harus dipahami sebagai dasar pengikat dalam pembentukan perundang-undangan dan aspek yang terkandung didalamnya sangat penting serta secara instrumental berfungsi bagi pembuat kebijaksanaan (technical policy).
            Indonesia yang memiliki cita hukum yaitu Pancasila dan sekaligus sebagai Norma Fundamental Negara, peraturan yang dibuat hendaknya di warnai dan dialiri nilai-nilai yang terkandung dalam cita hukum. Burkhardt Krems, mengemukakan bahwa pembentukan isi suatu peraturan perundang-undangan merupakan bidang gabungan antara politik hukum (Rechtspolitik) dan sosiologi hukum (Rechtssoziologie)
Model Pembentukan Hukum Yang Demokratis
            Sejak Indonesia merdeka, Indonesia belum memiliki sistem hukum yang ideal sesuai dengan amanat Pancasila. Dalam proses pembentukan suatu peraturan, selain melalui kajian yuridis namun juga menggunakan kajian sosiologis maupun politis. Karena dengan kajian sosiologis dan politis akan diketahui apakah produk hukum yang dihasilkan berkualitas apa tidak dan seterusnya.
            Dalam konteks sosiologis, factor masyarakat merupakan tempat timbulnya kejadian, permasalahan atau tujuan sosial. Kajian politis berusaha mengidentifikasi problem dan kemudian merumuskan lebih lanjut. Kajian politis inilah yang menentukan apakah ide atau gagasan dilanjutkan atau diubah untuk memasuki tahapan yuridis, dimana sangat menentukan lahirnya suatu peraturan. Peraturan hukum tersebut salah satu alat untuk menyalurkan dan mewujudkan tujuan-tujuan kebijaksanaan pemerintah.
Proses Transformasi Sosial Dalam Hukum
            Proses transformasi sosial tidak hanya terjadi pada saat pembentukan suatu peraturan, dalam tahap bekerjanya hukum proses-proses tersebut berlangsung dan mengoreksi produk hukum yang telah dihasilkan.
            Setelah tahapan sosiologis dan politis berlangsung, akhir dari tahapan ini adalah tahapan yurudis. Tahapan ini memfokuskan diri pada masalah yang diatur ke dalam pengorganisasian masalah yang diatur ke dalam rumusan hukum. Aspek yang perlu diperhatikan adalahconsistency, sound arrangement and normal usage.  Harry C. Bredemeier, memberikan gambaran bahwa sistem hukum berfungsi untuk melakukan integrasi mendapat masukan dari susbsistem ekonomi dengan output penataan kembali proses produksi dalam masyarakat. Akhir dari ini adalah bahwa proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang demokratis ditentukan oleh struktur masyarakat, sistem politik dan landasan nilai suatu Negara.
Simpulan
            Model penyusunan peraturan perundang-undangan yang demokratis, diharapkan dapat menghasilkan kondisi hukum yang responsive sehingga dapat menjawab berbagai tuntutan masyarakat.

3
Pergeseran Paradigma Hukum: Dari Paradigma Kekuasaan Menuju Paradigama Moral
            Soetandyo Wignyosoebroto berpendapat bahwa masyarakat waga adalah suatu masyarakat ideal yang didalamnya hidup manusia yang diakui berkedudukan sama dalam pembagian hak dan kewajiban, warga-warga yang berkesetaraan, berkebebasan dan berkeberdayaan.
            Era globalisasi saat ini mengharuskan Indonesia melakukan reformasi di segala bidang bak politik, ekonomi maupun hukum. Dalam perjaanannya terjadi pergeseran dari politik yang demokratis menuju demokrasi yang otoriter. Hal ini mengharuskan pula Indonesia melakukan penataan hukum nasional agar mendapatkan legitimasi dan dukungan dari masyarakat.
Dinamika Pembangunan Di Indonesia
            Pembangunan yang menakankan pada ekonomi dan pertumbuhan dapat berhasil apabila di dukung oleh stabilitas politik. Strategi dan implementasi pembangunan dengan model pertumbuhan, membawa implikasi yang terlalu jauh, adanya jarak pemisah antara strata sosial dan strata daerah yang menyebabkan hancurnya berbagai dunia industry. Dalam pembangunan ini, tumbuh dan berkembangnya rezin-rezim yang represif yang cenderung korup, hapusnya partisipasi rakyat, terbatasnya kebebasan pers, minimnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan serta banyaknya pelanggaran HAM.
            Pada saat itu presiden menunjukan kekuatannya dengan menguasasi setengah dari kekuatan lembaga legislative. Presiden juga sebagai panglima tertinggi ABRI. Selain itu presiden sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Golkar yang merupakan fraksi penguasan lembaga legislative serta presiden menguasai anggaran belanja Negara.
Kekuasaan presiden pada saat itu sangat besar sebagai penentu keputusan politik. Dengan kekuasaan politik yang sangat besar, memungkinkan pemerintah menempatkan dirinya pada posisi strategis untuk menentukan kebijaksanaan Negara.
Tipologi Kekuasaan dan Hukum Jaman ORBA
            Tatanan hukum pada jaman orba adalah elitis dan konservativ yang proses pembentukannya sentralistik dan tidak pertisipatif. Hukum sering dikesampingkan demi kepentngan politik. Hukum pada jaman ini adalah apa yang dikehendaki oleh kekuasaan politik dan penguasa demi kepentingan yang diinginkannya. Tipe hukumnya adalah represif yang menghendaki kepatuhan warga secara mutlak.
Pada jaman ini dikenal dengan sebutan Negara perjabat yang mana para elitis tidak hanya mempunya akses ke lembaga politik namun juga ke lembaga bisnis. Disini muncul kapitalisame semu. Pembentukan undang-undang lebih banyak memuat keputusan-keputusan politik. Lembaga legislative lebih dekat dengan politik daripada hukum, karena kelompok yang kuat mudah untuk mempengaruhi dalam pembuatan hukum dan penegakannya.
Keadaan hegemoni hukum menyebabkan hukum kehilangan otonomi, otensitas dan profesionalisme dlam bekerjanya karena terkooptasi oleh kekuasaan dan tidak mampu bekerja degan benar.
Tatanan Hukum Pasca-Soeharto
            Lengesernya Soeharto pada 20 Mei 1998 yang kemudian dilanjutkan oleh Habibie, tidak merubah keadaan menjadi lebih baik, dikarenakan masih adanya unsur orde baru pada saat itu. Ketidakmandirian lembaga peradilan menjadi contoh paling nyata. Pembentukan perundang-undangan baru tidak dapat dilakukan secara cepat karena terkendala pola pikir yang sulit melakukan perubahan.
            Harapan baru muncul ketika Gus Dur dan Megawati terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 7 Juni 1999. Keduanya diharapkan mampu mewujudkan tuntutan reformasi serta mampu memberantas praktik KKN. Sifat hukum saat itu responsive sebagai fasilitator yang dapat merespon aspirasi dan kebutuhan sosial. Setelah Gus Dur lengser yang kemudian di gantikan oleh Megawati sebagai presiden dan Hamzah Has sebagai wakil presiden, penataan hukum dan penegakannya belum menunjukkan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat.
            Tatanan hukum sangatlah diperlukan dalam kehidupan bermasyaakat, berbangsa dan bernegara, meskipun tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sosial maupun konfigurasi kekuasaan politik.
Paradigma Kekuasaan dan Tatanan Hukum
            Pembangunan hukum orde baru sarat dengan paradigma kekuasaan yang menghadirkan sistem hukum totaliter. Tatanan hukum tersebut tidak didasarkan pada logika hukum melainkan pada logika kekuasaan yang sebagai alat pembenaran terhadap tindakan penguasa dan alat penjaga stabilitas.
            Tanpa disadari Negara Indonesia telah berubah dari Negara Hukum menjadi Negara Kekuasaan. Hal ini yang menyebabkan hukum menjadi otoriter dengan cirri-ciri sebagai berikut:
  1. Kaidah dasar totaliter
  2. Kaidah dasar di atas konstitusi
  3. Hukum yang membudak
  4. Birokrasi totalitarian
  5. Trias politika pro-forma
  6. Kepatuhan terpaksa
  7. Tipe rekayasa merusak
Reformasi dan Pergeseran Paradigma Hukum
            Sebelum melakukan penataan hukum perlu dipahami tujuan kehadiran hukum bagi masyarakat. Hukum menurut Jeremy Bentham, pada dasarnya bertujuan memberikan kebahagiaan sebesar mungkin kepada orang. Para ahli filsafat memberikan pemahaman tentang tatanan hukum. Hukum tidak boleh alat bantu untuk mencapai rasionalitas tetapi harus rasional yang mampu mewujudkan tujuan hukum dilngkungan sosial. Hukum harus didukung oleh tindakan yang efisien oleh perangkat pelaksanaan hukumnya. Harus ada struktur sosial  masyarakat dalam memasukkan substansi dalam bentuk hukum.
            Reformasi hukum merupakan kebutuhan dan tuntutan perkembangan zaman, yang menjadikan hukum sebagai institusi yang dapat bekerja dengan baik. Oleh karenanya perubahan tatanan hukum dimulai dari perangkat nilai sampai pada tataran substansi, struktur dan kultur hukumnya.
            Dengan perubahan paradigama hukum, diperlukan kesadaran nilai sebagai satu kesatuan atau sistem nilai dalam penyusuna peraturan perundang-undangan sebagai penentu kehidupan sosial.
Transformasi Hukum Dalam Era Global
            Pembangunan hukum masih menyisakan permasalahan, dimana hukum tidak mampu untuk mewujudkan kesejahteraan. Transformasi hukum diartikan sebagai perubahan bertahap atau suatu titik balik dalam bidang hukum.
            Indonesia menganut teori modernisasi Max Webber, yang berasumsi bahwa, manusia itu sesungguhnya dibentuk oleh nilai-nilai budaya sekitarnya khususnya nilai-nilai agama. Transformasi Weberian bercirikan munculnya masyarakat politik demokratis dengan tatanan ekonomi kapitalistik. Pola kekuasaannya bersifat legak-rasional dan didukung oleh birokrasi modern.
            Transformasi menghendaki adanya perubahan paradigmatic, pembangunan budaya hukum menjadi penting dan merupakan kunci dalam mengarahkan sekaligus memajukan masyarakat yang dicita-citakan oleh hukum dan demokrasi.
            Globalisasi menjadi isu sentral dalam ranah kehidupan masyarakat, dimana globalisasi merupakan proses kebudayaan yang mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kelimpahan material namun juga dapat meciptakan problem sosial yang dapat menciptakan kejahatan.
            Adanya ekspansi pasar menciptakan perilaku konsumtif terhadap produk-produk industri. Hal demikian berpengaruh terhadap mentalitas masyarakat seperti meremehkan mutu, mentalitas menerabas, sikap tak percaya pada diri sendiri, sikap tak disiplin serta kurang bertanggung jawab.
            Globalisasi menyebabkan Indonesia harus melakukan penataan terhadap tatanan hukum agar tdak terhambat pada proses global tersebut. Penataan hukum itu meliputi cita hukum, politik hukum nasional serta karateristik lokal dan juga memperhatikan kecenderungan yang telah diakui oleh Negara yang telah mengikuti instrument-instrumen internasional.
            Tak pelak dalam menghadapi globalisasi timbul permasalahan, yaitu bagaimana menghadapi tatanan hukum yang semakin internasionalisasi, bagaimana menciptakan arena transnasional bagi praktik hukum dan bagaimana menghadapi tantangan dari kekuatan-kekuatan ekonomi, politik dan hukum.
Simpulan
            Perubahan paradigm dalam tatanan hukum diperlukan untuk mewujudkan tujuan masyarakat madani yang berdasarkan cita hukum Pancasila. Penataan kembali dalam bidang ekonomi, politik dan budaya hukum diperlukan yang dilandasi nilai-nilai dasar bangsa secara normatif dengan tidak mengabaikan aspek sosial.

Bagian Kedua: Budaya Hukum
1
Peranan Kultur Hukum dan Penegakan Hukum
            Ide atau usaha untuk menegakan hukum selalu melibatkan lingkungan serta berbagai factor lainnya. Penegakan hukum tidak dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri, melainkan selalu berada diantara berbagai factor. Hukum hendaknya dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati didalam masyarakat antara lain melalui tingkah laku warga masyarakatnya, oleh karena terdapat hubungan antara hukum dengan faktor-faktor non hukum terutama factor nlai dan sikap serta kultur hukum. Kultur hukum membuat perbedaan penegakan hukum antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya.
Hukum Sebagai Suatu Sistem
            Pengertian dasar tentang sistem, yaitu sistem itu selal berorientasi pada tujuan, keseluruhan adalah lebih dari sekedar jumlah dan bagian-bagiannya, sistem itu selalu berinteraksi dengan sistem yang lebih besar yaitu lingkungannya, bekerjanya bagian-bagian dari sistem menciptakan sesuatu yang berharga.
            Hukum dipandang sebagai suatu sistem nila yang dipayungi oleh sebuah norma dasar yang disebut grundnorm, yang dipakai sebagai dasar dan sebagai penuntun penegakan hukum. Sebagai sistem nilai, grundnorm  merupakan sumber nilai dan sebagai pembatas dalam penerapan hukum.
            Hukum merupakan salah satu subsistem diantara subsistem-sunsistem sosial lain seperti sosial, budaya, politik dan ekonomi. Nampak bahwa hukum berada diantara dunia nilai atau ide dengan dunia nyata. Oleh karena itu hukum tidak dapat terlepas dari factor bekerjanya hukum.
            Lawrence M. Friedman, mengemukakan komponen-kompenen yang ada dalam hukum, yaitu struktur, substansi dan kultur. Kultur hukum menentukan apakah seseorang patuh atau tidak terhadap hukum.
Komponen-Komponen Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
            Hukum sebagai konsep yang modern berfungsi untuk melakukan suatu perubahan sosial, selain itu tidak hanya mengukuhkan pola-pola kebiasaan yang telah ada tetapi juga berorientasi pada tujuan-tujuan yang diinginkan yaitu menciptakan pola perilaku yang baru.
            Hukum selalu dibatasi oleh lingkungan dimana ia berada, oleh karena itu selalu terjadi pertentangan antara das sollen (apa yang seharusnya) dengan das sein (apa yang senyatanya). Pembuat, pelaksana hukum serta masyarakat selalu terlibat dalam proses penegakan hukum dalam mewujudkan tujuan hukum menjadi nyata.
            Komponen-komponen yang terlibat dalam penegakan hukum diantaranya adalah personel, information, budget, facilities substantive law, procedural law, decision rules and decision habits.
            Factor yang menyebabkan perubahan undang-undang yaitu factor personal dan perubahan kekuatan sosial, budaya, ekonomi, politik serta factor pemegang peran terhadap pembuat undang-undang terhadap birokrasi penegakan.
            Dari hal tesebut menunjukkan bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya ditentukan oleh hukum tetapi juga oleh kekuatan-kekuatan lain yang muncul dalam lingkungan.
Hukum dan Struktur Masyarakat
            Hukum memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakat karena merupkan sarana pengatur masyarakat dan bekerja di dalam masyarakat. Struktur masyarakat dapat menjadi penghambat sekaligus dapat memberikan sarana sosial, sehingga hukum dapat diterapkan dengan sabaik-bainya.
            Emile Durkheim membedakan antara masyarakat dengan solidaritas mekanik yang mendasarkan pada sifat kebersamaan antara anggota-anggotanya yang mempunyai tipe hukum represif, serta antara masyarakat dengan solidaritas organic yang mendasarkan pada individualism dan kebebasan anggotanya yang mana sifat hukumnya restitutif.
            Perkembangan masyarakat ikut menentukan tipe hukum yang akan berlaku. Unsure birokrasi merupakan pola penegakan hukum untuk tipe masyarakat modern yang mana dalam membuat keputusan-keputusan memiliki tingkat rasionalitas tinggi. Penegakan hukum tipe masyarakat modern akan efektif apabila didukung oleh administrasi yang rasional serta masyakatnya tidak lagi bersifat tradisonal atau kharismatis.
            Perkembangan masyarakat dari feodalisme menuju masyarakat berdasarkan konstitusi dimana hukum memiliki ciri-ciri modern yang bersifat tertulis, universal dan territorial, namun tidak diikuti oleh perkembangan masyarakatnya sehingga sifat tradisionalnya tidak berubah dan berpengaruh pada penegakan hukumnya.
            Lawrence M. Friedman menjelaskan bahwa factor nilai menimbulkan perbedaan dalam kehidupan hukum dalam masyarakat yang disebabkan oleh kultur hukum. Kultur hukum merupakan sikap-sikap dan nilai-nilai, keyakinan yang dimiliki masyarakat yang berhubungan dengan hukum dan lembaga-lembaganya. Unsure kultur hukum inilah yang menentukan apakah sesorang patuh terhadap hukum apa tidak.
            Daniel S. Lev merincikan kultur ke dalam nilai-nilai hukum procedural dan nilai-nilai hkum substantive. Ia mengemukaka bahwa kompromi dan perdamaian merupakan nilai-nilai yang mendapat dukungan kuat dari masyarakat.
Simpulan
            Kultur hukum memegang peranan yang sangat penting didalam penegakan hukum dengan tingkah laku masyarakatnya. Kultur hukum menentukan apakah seseorang patuh terhadap hukum atau tidak.

2
Pengarh Budaya Hukum Terhadap Fungsi Hukum
            Peranan hukum menjadi sangat penting dalam mewujudkan tujuan hukum yaitu meningkatkan taraf kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Fungsi hukum diharapkan dapat melakukan usaha menggerakan rakyat agar bertingkah laku sesuai dengan cara-cara untuk mencapai tujuan yang dicitakan melalui kesadaran hukum. Menurut Lawrence M. Friedman kesadaran hukum berkaitan erat dengan budaya hukum, yaitu nilai-nilai, pandangan-pandangan yang mempengaruhi bekerjanya hukum.
            Fungsi hukum telah mengalami pergeseran, yaitu menjadi sarana bagi yang mempunyai kekuasaan dalam pemerintahan untuk menetapkan dan menyalurkan berbagai kebijaksanaan pembangunan. Pembuat kebijaksanaan mempunyai kedudukan sosial yang strategis cenderung menetapkan keputusan yang lebih mencerminkan nilai-nilai dan keinginan-keinginan dari golongan mereka.
            Pembuat kebijaksanaan dapat dengan leluasa berbuat apa saja termasuk menjatuhkan pilihan terhadap sistem hukum yang modern sebagai legitimasi namun mengakibatkan apa yang diputuskan melalui hukum tidak dapat dilaksanakan dengan baik dalam masyarakat karena tidak sejalan dengan nilai-nilai, sikap-sikap serta pandangan-pandangan yang telah di hayati oleh masyarakat.
Hukum Modern dan Budaya Hukum
            Menurut Macr Galanter cirri-ciri sistem hukum modern adalah bersifat territorial, tidak bersifat personal, universitas, rasional. Hukum dinilai dari sudut  kegunaannya sebagai sarana untuk menggarap masyarakat. Struktur sosial bangsa Indonesia belum seluruhnya diserap oleh hukum modern sebagai basis sosialnya. Hukum dipakai sebagai landasan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan.
            Budaya hukum adalah berbicara mengenai sikap-sikap, pandangan-pandangan serta nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat, yang semuanya itu menentukan berhasil tidaknya kebijaksanaan yang telah dituangkan dalam bentuk hukum.
            C.N. Paul dan Clarence J. Dias berpendapat bahwa nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat lokal seringkali menyulitkan untuk dapat mengerti tentang ketentuan-ketentuan hukum nasional yang berlaku. Akibatnya timbul perbedaan antar apa yang dikehendaki oleh undang-undang dengan praktek yang dijalankan oleh masyarakat. Tiadanya komunikasi tentang makna peraturan, maka rakyat tetap bertingkah laku sesuai dengan apa yang telah menjadi pandangan maupun nilai-nilai yang telah melembaga.
Kegagalan Hukum Modern: Kasus Bagi Hasil
            Lahirnya Undang-Undang Bagi Hasil adalah untuk melakukan perubahan terhadap suatu lembaga yang telah ada di dalam masyarakat, yaitu terkait mengenai batas waktu minimum perjanjian, syarat formal bagi pembuatan perjanjian, masuknya unsir pemerintahan ke dalam usuran perjanjian, larangan untuk memberikan sesuatu kepada pemilik guna memperoleh tanah garapan.
            Lahirnya undang-undang tersebut menimbulkan ketidakcocokan antara tuntutan undang-undang dengan praktik yang dijalankan oleh masyarakat. Terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam perjanjian misalnya tidak membutuhkan saksi, tidak dilakukan secara tertulis dan tidak mengindahkan batas waktu perjanjian. Namun paa akhirnya apa yang dilakukan oleh budaya hukum ditentukan oleh cara mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan.
Kegagalan Hukum Modern: Kasus Perkawinan
            Apa yang diinginkan oleh undang-undang cenderung bertentangan dengan nilai-nilai yang telah dihayati oleh masyarakat. Unsure nilai dan sikap merupakan penggerak dari sebuah tatanan hukum. Dalam suatu penelitian tentang batas umum usia kawin terhadap factor bekerjanya hukum namun dari hasil penelitian sebagian besar masyarakat tidak mengetahui ketentuan batas umur kawin.
            Dari hasil penelitian tersebut mengisyaratkan, bahwa untuk memasukkan nilai-nilai yang baru ke dalam masyarakat memerlukan perubahan sikap dari anggota-anggota masyarakatnya. Oleh karena itu diperlukan konsep dan strategi yang dapat dimengerti oleh lapisan masyarakat.
Hukum sebagai Karya Kebudayaan
            Kebudayaan merupakan suatu blue print of behavior  yang memberikan pedoman tentang apa yang harus dilakukan, boleh dilakukan dan apa yang dilarang. Kebudayan berfungsi sebagai sistem perilaku yang berakar dari nilai-nilai sosial dan budaya dari masyarakat.
            Hukum merupakan konkretisasi nilai-nilai yang terbentuk dari kebudayaan suatu masyarakat. Wolfgang Friedman menyatakan bahwa hukum tidak mempunyai kekuatan berlaku universal. Tidak ada hukum dari suatu Negara tertentu dipakaikan untuk bangsa dan Negara lain. Von Savigny berpendapat bahwa hukum merupakan pencerminan volkgeist, jiwa rakyat yang tidak mudah untuk diterjemahkan melalui pembuatan hukum.
Komponen Budaya Hukum
            Menurut Danile S. Lev, sistem hukum menekankan pada prosedur tetapi tidak menjelaskan tentang bagaimana sesungguhnya orang-orang menyelesaikan masalahnya dikehidupan sehari-hari. Budaya hukum di perinci kedalam nilai-nilai hukum procedural yang mempersoalkan tentang cara-cara pengaturan masyarakat dan manajemen konflik dan komponen substantive dari budaya hukum dari asumsi-asumsif fundamental mengenai distribusi maupun penggunaan sumber-sumber didalam masyarakat. Dengan budaya hukum dapat dipahami perbedaan sistem hukum yang satu dengan yang lain.
Menuju Efektivitas Hukum
            Sistem hukum merupakan aspek pendukung dan penunjang tujuan pembangungan, apabila tidak efektif sistem hukum tersebut maka akan menghambat tujuan yang ingin dicapai. Perilaku-perilaku manusia merupakan aspek penting dalam keberhasilan dari sistem hukum yag efektif.
            5 aspek untuk menunjang efektivitas sistem hukum menurut Paul dan Dias, yaitu:
  1. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami.
  2. Luas tidaknya kalangan didalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan.
  3. Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum.
  4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang mudah dijangkau masyarakat.
  5. Pengakuan yang sama terhadap masyarakat.
Pola tingkah laku dan pengetahuan masyarakat terhadap nilai-nilai mempengaruhi pengetahuan tentang sebuah peraturan. Masyarakat yang pola pikirnya rendah akan sangat sulit mengetahui sebuah peraturan. Oleh karenanya diperlukan komunikasi hukum agar hukum berlaku efektif. Selain factor sarana juga perlu diperhatikan dalam penyampaian isi suatu peraturan.
Melembagakan Nilai Hukum Baru
            Claimbliss dan Seidman menyebut adresat hukum sebagai pemegang peran. Oleh karena itu budaya hukum berpengaruh terhadap pemegang peran. Untuk menanamkan nilai-nilai baru, diperlukan proses pelembagaan dalam rangka pembentukan kesadaran hukum masyarakat. Dalam proses ini dibutuhkan komitmen yang tulus dan kemampuan yang tinggi dari petugas dalam mengimplementasikan kebijaksanaan yang tertuang dalam hukum tersebut.
            Sarana yang memadai serta organisasi yang rapi menunjang usaha untuk mengimplementasikan kebijaksanaan baru serta hak-hak baru bagi masyaraat yang terkena sasaran tersebut. Selain itu diperlukan pengawasan terhadap proses pelembagaan dan petugas pembuat kebijaksanaan. Usaha-usaha untuk menumbuhkan budaya hukum yang baru dapat berhasil apabila proses pelembagaannya dilakukan secara sungguh-sungguh.
            ”Orang tak akan mungkin berhasil mencapai sesuatu yang mungkin dicapai, kecuali apabila dia tanpa putus-putusnya berani mencoba mengjangkau hal-hal yang tampaknya tak mungkin dicapai” – Max Webber .

3
Pembinaan Kesadaran Hukum
            Masalah pembinaan kesadaran hukum sangat erat berkaitan dengan berbagai factor khususnya sikap para pelaksana hukum, dimana para penegak hukum mempunyai peranan yang sangat penting sebagai sarana untu memelihara ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Penerapan peranan-peranan yang seharusnya dilakukan oleh warga masyarakat dituangkan melalui norma hukum.
            Tegaknya suatu peraturan hukum akan menjadi nyata apabila didukung oleh kesadaran hukum oleh warga masyarakat. Kesadaran hukum adalah dasar bagi dilaksanakannya hukum itu sendiri. Semakin merata kesadaran terhadap berlakunya hukum, semakin kecil kemungkinan munculnya tingkah laku yang sesuai dengan hukum.
Terminologi Kesadaran Hukum
            Kesadaran hukum erat kaitannya kesadaran untuk bertindak sesuai dengan ketentuan hukum. Kesadaran hukum merupakan jembatan penguhubung antara peraturan-peraturan hukum dengan tingkah laku hukum anggota masyarakatnya. Kesadaran hukum menurut Lawrence M. Friedman adalah kultur hukum yaitu nilai-nilai, sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum.
            Sunaryati Hartono membedakan pengertian perasaan hukum dengan kesadaran hukum. Peniliain rakyat yang timbul secara spontan merupakan perasaan hukum masyarakat.        Menurut Sunaryati Hartono kesadaran hukum merupakan abstraksi yang lebih rasional daripada perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat yang tidak dapat dilihat secara langsung didalam kehidupan masyarakat, melainkan keberadaannya disimpulkan dari pengalaman hidup sosial melalui cara pemikiran dan cara penafsiran tertentu. Kesadaran hukum bukan semata-mata tumbuh secara spontan melainkan juga merupakan sesuatu yang harus di pupuk secara sadar oleh warga masyarakat.
            Konsep kesadaran hukum mengandung unsure  nilai yang dapat dihayati oleh warga masyarakat dari kecil dan melembaga serta mendarah daging. Proses pelembgaan menjadi pedoman bagi masyarakat yang ditanamkan melalu proses sosialisasi dan diwujudkan dalam bentuk norma-norma untuk mengatur tingkah laku warga masyarakat.
Sikap Moral: Kunci Kesadaran Hukum
            Anggota masyarakat diharapkan dapat memenuhi peran yang dapat memenuhi harapan-harapan sebagaimana dicantumkan dalam peraturan-peraturan. Namun dapat terjadi penyimpangan antara peran yang diharapkan dan peran yang dilakukan sehingga terjadi ketidakcocokan antara isi peraturan dan tingkah laku warga masyarakat.   
            Kesadaran hukum masyarakat masih jauh dari harapan. Adanya perilaku yang bertentangan dengan hukum yang disebabkan oleh sikap moral (mores) masyarakat yang tidak sejalan dengan isi peraturan hukum. sikap moral (mores) masyarakat merupakan factor penentu bekerjanya hukum.
            Kontrol sosial terletak pada kaidah-kaidah kelompok yang diresapi masyarakat dan tekanan-tekanan psikologis antar sesama warga masyarakat. Sehingga control sosial bukan terletak pada pasal-pasal peraturan hukum secara formal dan yuridis. Jadi kesadaran hukum timbul apabila diwujudkan dalam peraturan hukum. Karateristik peraturan hukum yang bersifat memperkokoh nilai-nilai yang terlah ada tidak akan menimbulkan masalah kesadaran hukum masyarakat, karena aspek ini sudah menyatu dengan peraturan-peraturan hukum itu sendiri.
Motivasi Bertingkah Laku
            Factor motivasi menentukan tingkah laku seseorang pemegang peran dalam menaati isi produk hukum tersebut. Teori penyimpangan mengajarkan bahwa pemegang peran dapat mempunyai motivasi baik yang berkehendak untuk menyesuaikan diri dengan norma maupun yang berkehendak untuk tidak menyesuaikan diri dengan norma. Masalah komunikasi hukum juga menjadi penyebab teori penyimpangan dalam pemegang peran.
            Fungsi hukum tidak lagi sekedar merekam pola-pola tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan hukum ingin membentuk pola-pola tingkah laku yang baru sehingga ada ketidakcocokan antara peranan yag diharapkan oleh norma dengan tingkah laku yang nyata. Dengan demikian fungsi hukum tidak hanya sebagai control sosial melainkan sebagai sarana untuk mewujudkan suatu masyarakat yang dicita-citakan.
Hukum dipahami sebagai konsepsi yang modern, dimana hukum digunakan sebagai sarana untuk melakukan sosial engineering yang artinya dapat membentuk, mengarahkan dan merubah masyarakat menuju sesuatu yang dicita-citakan. Oleh karenanya fungsi hukum harus ditunjang oleh tingkat kesadaran hukum masyarakat yang memadai.
Faktor Penentu Kesadaran Hukum
            Masalah timbulnya kesadaran hukum masyarakat sangat dipengaruhi oleh bekerjanya berbagai factor dan kekuatan. Tindakan warga Negara sebagai respon peraturan-peraturan hukum tergantung dari isi norma hukum itu sendiri, sanksi-sanksi, aktifitas pelaksana hukum serta faktor-faktor  non yuridis.
            Proses bekerjanya hukum ditentukan oleh beberapa factor yaitu, peraturan-peraturan hukumnya, badan pembuat undang-undang, badan pelaksana hukum (sanctioning agencies), masyarakat sebagai sasaran pengaturan, proses penerapan hukum, komunikasi hukumnya, kompleks kekuatan sosial-politik, proses umpan balik antara semua komponen tersebut.
            Factor inkosistensi dan factor komunikasi merupakan salah satu factor tidak ditaatinya suatu peraturan hukum. Selain factor komunikasi, pelaksanaan hukum yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan konsekuen sangat menentukan proses bekerjanya hukum. Namun masih sering dijumpai adanya keengganan dalam menerapkan ketentuan atau sanksi yang sudah ditentukan dan kebiasaan-kebiasaan lain yang kurang membantu sikap warga masyarakat dalam menaati hukum.
Pertimbangan Pembuatan Hukum
            Faktor-faktor untuk mewujudkan cita-cita dalam peraturan hukum harus dipersiapkan dengan baik. Pembuatan hukum merupakan suatu rencana bertindak (plan of action) atau apa yang disebut sebagai udang-undang hanyalah kerangka atau pedoman bertindak dank arena itu masih harus dilengkapi dengan segala macam sarana yang dibutuhkan agar dapat dijalankan dengan semestinya.
            Setiap peraturan hukum mempunyai tujuannya sendiri yang ingin dicapai. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha yang sistematis meliputi teknik-teknik pengundang-pengundangan yang dipakai. 4 asas dalam mewujudkan tujuan sosial yang dikehendaki menurut A. Podgorecki, yaitu:
  1. Suatu penggambaran yang baik mengenai siatuasi yang dihadapi.
  2. Membuat suatu analisa mengenai penilaian-penilaian yang ada dan menempatkannya dalam suatu urutan hirarki.
  3. Melakukan verifikasi hipotesis-hipotesis.
  4. Pengukuran terhadap efek peraturan-peraturan yang ada.
Pembinaan Kesadaran Hukum
            Kesadaran merupakan control agar hukum yang telah dibuat dapat dijalankan dengan baik dalam masyarakat. Diperlukan pembinaan-pembinaan kesadaran hukum masyarakat yang berorientasi kepada usaha-usaha untuk menanamkan, memasyarakatkan, dan melembagakan nilai-nilai yang mendasari peraturan hukum tersebut. Oleh karena itu diperlukan sarana apa yang dibutuhkan agar peraturan hukum tersebut dapat dijalankan dengan semestinya untuk mewujudkan tujuan yang dikehendaki.
            Peningkatan kesadaran hukum masayarakat dapat dilakukan dengan member contoh dan teladan dari mereka yang mempunyai peranan dalam masyarakat, seperti hakim, polisi, hakim dan sebagainya. Pembinaan kesadaran hukum sangat penting yang tidak hanya melihat pengaturan hukum dari segi legitimasinya tetapi juga segi efektivitasnya. Agar hukum modern dapat terlaksana dengan baik maka struktur masyarakatnya perlu dikembangkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan hukum.
            Perundang-undangan terutama dalam masyarakat dinamis dan yang sedang berkembang, merupakan sarana untuk merealisis kebijaksanaan-kebijaksanaan Negara dalam bidang-bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan pembangunan nasional.


Bagian Ketiga: Hukum dan Kebijaksanaan Publik
1
Hukum dan Kebijaksanaan Publik
            Melalui penormaan tingkah laku, hukum memasuki semua segi kehidupan manusia dan memberikan suatu kerangka bagi hubungan-hubungan yang dilakukan oleh anggota masyarakat. Hukum menentukan tingkah laku yang dilarang dan mana yang diijinkan. Penormaan dilakukan dengan membuat kerangka umum dari suatu perbuatan yang diwujudkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang ada.
            Hukum merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial yaitu melayani anggota masyarakat seperti mengalokasikan kekuasaan, mendistribusikan sumber daya dan melindungi kepentingan anggota masyarakat. Hukum banyak digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan kebijaksanaan public dengan menggunakan peraturan-peraturan hukum yang dibuat untuk mempengaruhi aktivitas pemegang peran.
Hukum dan Kebijaksanaan Publik
            Hukum dan kebijaksanaan public merupakan variabel yang saling berkaitan erat dimana kebijaksanaan pemerintah semakin luas dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Peraturan hukum juga berperan membantu pemerintah dalam usaha menemukan alternative kebijaksanaan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
            Peranan pemerintah sebagai lembaga eksekutif menjadi sangat penting dalam melakukan pembangunan untuk melakukan perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Melalui peraturan hukum, pemerintah dapat melakukan kebijaksanaan pembangunan makin nyata. Namun permasalahannya bukan hanya masalah legal formal, penafsiran, penerapa pasal-pasal, melainkan tuntutan keadaan agar hukum dapat digunkan dengan baik.
            Mengingat perencanaan kebijaksanaan dan program-program dilaksanakan melalui hukum, maka pemahaman yang luas akan fungsi hukum menjadi sangat penting. Hukum memberikan legitimasi bagi pelaksanaan kebijkasanaan public dan sebagai peraturan perundang-undangan makan hukum menampilkan sosoknya sebagai salah satu alat untuk melaksanakan kebijaksanaan.
Terminologi Kebijaksanaan Publik
            Thomas R. Dye mendefinisikan kebijaksanaan public sebagai is whatever governments choose to do or not to do. James E. Anderson mengatakan, public policies are those policies developed by bovermental bodies and officials.David Easton memberikan arti policies sebagai the authoritative allocation of values for the whole society.
            Beberapa definisi kebjaksanaan diatas menggambarka bahwa tidak ada definisi kebijaksanaan yang sama. Namun ada beberapa unsure yang harus ada yaitu nilai, tujuan dan sarana. Tujuan dalam konteks ini adalah Een doel, dosleinde of doelsttelling is een wens over een toekomstige situatie die man besloten heft te realiseren. Suatu keadaan yangdiinginkan akan tampak pada tujuan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sarana dalam konteks ini adalah sebagai sesuatu yang dapat dipakai untuk mencapai sarana atau tujuan dan juga sesuatu yang dapat dipakai untuk jangka pendek. Proses perwujudan ide dan tujuan merupakan hakikat dari penegakan hukum.
Hukum Dalam Masyarakat
            Melaui pendekatan sosilogis, hukum bukan hanya sebagai suatu lembaga yang otonom atau sebagai variable yang independen, melainkan sebagai lembaga yang bekerja untuk dan didalam masyarakat. Pembentukan hukum sampai dengan tahap implementasi, penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang ada didalam masyarakat.
            Hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat control sosial tetapi juga dipakai sebagai saran untuk melakukan perubahan didalam masyarakat bahkan dapat dipakai sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik. Menurut N. Luhman, hukum berfungsi sebagai sosial engineering as a political approach to law.
            Salah satu ciri hukum modern adalah sebagai suatu bentuk kgiatan manusia yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, sedangkan penetapan tujuan merupakan output dari sistem politik yang dapat berupa alokasi nilai yang otoritatif. Hukum merupakan indicator adanya kebijaksanaan. Sigler menagaskan bahwa Constutions, statutes, administrative orders and executive orders are indocators of policy. Kemudian Sigler menegaskan bahwa hukum merupakan suatu bagian yang integral dari kebijaksanaan: Law is an integral part of policy initiation formalization, implementations and evaluation. Legislative bodies formulate public policy trough statutes and appropriations controls. Keadaan demikian menyebabkam hukum merupakan kebutuhan yang funsional agi masyarakat dan dipandang sebagai elemen penting bagi perkembangan politik.
Perumusan Kebijaksanaan Publik
            Perumusan kebijaksanaan public yang telah memasuki bidang kehidupan hukum harus tunduk pada teknik pembuatan perundang-undangan, yang dituangkan dan dinyatakan dalam bentuk peraturan. Isi kebijaksanaan yang dituangkan dalam sistem hukum diletakkan dibagian menimbang, sedangkan konkretisasinya dituangkan dalam ketentuan pasal-pasal.
            Cara perumusan melalui peraturan perundang-undangan adalah dengan membuat rumusan-rumusan hipotesis, merumuskan kerangka umum suatu perbuatan atau peristiwa yang terjadi dalam kenyataan hidup sehari-hari. Konsep merupakan alat yang dipakai untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan fonomena-fenomena yang merupakan karateritik dari kenyataan sosial.
            Suatu konsep dituntut untuk mengandung arti (meaningful), karena bertujuan memberikan informasi. Perumusan hukum bukanlah fakta empiris, oleh karena itu dapat menimbulkan perbedaan dalam penerapannya sehingga diperlukan penjabaran lebih konkrit. Jadi pelaksanaan kebijaksanaan selalu diiringi dengan perbuatan atau pengubahan kebijaksanaan.
Implementasi Kebijaksanaan Publik
            Kegiatan implementasi merupakan bagian dari policy makin. Proses implementasi selalu melibatkan lingkungan dan kondisi yang berbeda disetiap tempat karena memiliki ciri-ciri struktur sosial yang tidak sama. Keterlibatan lembaga didalam proses implementasi selalu akan bekerja didalam konteks sosial tertentu sehingga terjadi hubungan timbale balik yang dapat saling mempengaruhi dan prosesnya di serahkan kepada lembaga pemerintah dalam berbagai tingkat.
            Langkah-langkah factor non-hukum dalam proses pelaksanaan kebijaksanaan public, yaitu menggabungkan rencana tindakan dari suatu program dengan menetapkan tujuan, standard pelaksana, biaya dan waktu yang jelas, kemudian melaksanakan program dengen memobilisasi struktur, staff, biaya, resources, prosedur, dan metode serta membuat jadwal pelaksanaan Itime schedule) dan memonitoring untuk menjamin bahwa program tersebut berjalan sesuai rencana.
            Pembentukan peraturan perundang-undangan hendaknya disertai dengan action plan. Gladden mengklasifikasikan kebijaksanaan menurut tinggi rendahya tingkatan, yaitu kebijaksanaan politis (pocitical policy), kebijaksanaan eksekutif (executive policy), kebijaksanaan administrative (administrative policy) dan kebijaksanaan teknis atau operasional (technical or operational policy).
Diskresi: Penjabaran Kebijaksanaan Publik
            Dalam menjalankan aktivitasnya, birokrat mempunyai kebebasan untuk menentukan dan menjabarkan kebijaksanaan yang berkaitan dengan aspek yurdisnya. Untuk merespon suatu kebijaksanaan secara efektif, perlu adanya tahapan yang harus dilalui baik tahapan perencanaan maupun pelaksanaannya. Rourke menyebut freiss emerssen atau  pouvoir diseretionnaire. Rourke juga menjelaskan lebih lanjut, bahwa
            Discretion refers to the ability of an administrator to choose among alternative to decide in effect law the policies of the government should be implemented in specific case.
            Diskresi merupakan fenomena yang sangat penting dan fundamental, terutama di dalam mengimplementasikan suatu kebijaksanaan public, diharapkan dapat tercapai suatu hasil atau tujuan yang maksimal. Pemberian otonomi dan diskresi disertai sumber-sumber daya yang memadai dan merupakan dimensi yang paling strategis di dalam melaksanakan suatu aktifitas atau yang disebut governing eleties.  Segala sesuatu yang dikehendaki agar dilakukan oleh pemegang peran dan lebih banyak ditentukan oleh aktivitas para birokrat itu sendiri.
Simpulan
            Untuk memahami hukum, tidak hanya cukup memahami hukum dalam bentuk rumusan pasal-pasal yang hanya bergerak dibidang penafsiran, penerapan dan konstruksi, tetapi juga harus dapat memahami hukum dari sisi lain karena hukum dibuat oleh manusi dan mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Hukum senantiasa dinamis yang dipengaruhi factor bekerjanya hukum.
2
Kebijaksanaan, Hukum dan Pemerataan Pembangunan
Arahan Yuridis
            Amanat UUD 1945 adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyt Indonesia. Namun kurangnya kesempatan kerja menyebabkan permasalahan kemiskinan makin meluas. Diperlukan usaha untuk memberantasnya yaitu dengan cara melaksanakan pembangunan yang dapat member kesempatan kerja kepada setiap orang, perluasan lapangan kerja, maupun menaikkan penghasilan. Namun semua itu tergantung dari kehendak politik pemerintah (political will) dalam melaksanakan pembangunan untuk usaha meningkatkan pendapatan naisonal dan menjamin pembagian pendapatan yang merata kepada seluruh rakyat Indonesia.
            Arahan pemerataan pembangunan pada saat Repelita III merupakan unsure pertama Trilogi Pembangunan di Indonesia, yang hasilnya untuk terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerataan adalah langkah yang harus diambl untuk mengangkat kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah dari jurang kemiskinan.
Orientasi Pembangunan
            Pedesaan bagi masyarakat Indonesia merupakan factor yang sangat menentukan bagi berhasilnya pembangunan nasional secara menyeluruh dan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Kemiskinan dan kesulitan hidup tercermin dari tingkat pendapatan yang rendah dan mengakibatkan kemampuan masyarakat pedesaan untuk berkonsumsi rendah pula. Hidup dalam kemiskinan artinya hidup dengan tingkat konsumsi kebutuhan hidup yang jauh dibawah ukuran normal.
            Lambannya kemajuan taraf hidup didaerah pedesaan ada dalam beberapa indicator yaitu bahwa pertumbuhan penduduk pedesaan di Negara berkembang 21% antara tahun 1965 dan 1975 serta menurunnya ratio tanah pertanian dan penduduk pertanian disemua kawasan Negara berkembang. Factor utama kemiskinan masyarakat adalah luasnya pengangguran dan setengah pengangguran didaerah pedesaan. Salah satu factor yang menjadi awal timbulnya kemiskinan adalah masalah pelepasan tanah, yang disebabkan sistem pewarisan tanah yang semakin lama makin mengecil, tuntutan kebutuhan hidup yang makin mendesak dan keinginan dari sekelompok masyarakat untuk meningkatkan pemilikan tanah yang berlebihan.
            Kesempatan kerja dan tingkat penghasilan dari buruh yang tidak memiliki tanah semakin menurun dan tergantung dari pihak lain. Oleh karenanya suatu golangan masyarakat tidak dapat menggunakan sumber-sumber pendapatan yang tersedia sehingga menyebabkan kemiskinan terstruktural dan kekurangan komunikasi dengan dunia luar. Hukum yang berlaku hanya sebatas mereka yang mempunyai tanah. Proyek-proyek pemerintah tidak memberikan peluang pada petani tanpa tanah karena mereka dipandang sebagai warga masyarakat yang tidak mempunyai syarat untuk serta dalam program-program pemerintah.
            Pembangunan pada hakekatnya adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dimana hasilnya harus dinikmati oleh seluruh rakyat dengan adil dan merata. Berhasilnya pembangunan tergantung kepada partisipasi seluruh rakyat yang harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat.
Strategi Pemerataan Pembangunan
            Para ahli berpendapat bahwa proses pembangunan akan memberikan hasil secara otomatis kepada penduduk dengan pendapatan yang berlainan tingkat. Peningkatan pembangunan memungkinkan pemerataan hasil pembangunan yang lebih luas dengan menjangkau kelompok penduduk yang berpendapatan rendah.
            Teori trickle down effect dan spread effect yang ditetapkan Negara berkembang tidak berhasil memecah masalah pengangguran, kemiskinan dan pembagian pendapatan yang tidak merata. Timbul basic need approach  dalam menanggulangi kemiskinan melalui pemerataan yang mendahului pembangunan. Kemiskinan dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Umumnya mereka tberada di pedesaan dan bekerja sebagai petani yang tidak memiliki tanah sendiri dan tidak mempunyai peralatan kerja atau modal sendiri.
            Presiden Soeharto berusaha memajukan ekonomi dengan filosofi, pembangunan harus meningkatkan taraf hidup rakyat banyak serta pembangunan harus merata keseluruhan pelosok tanah air. Tujuan dasar pembangunan adalah perbaikan individual dan sosial, pembangunan kemampuan sendiri dan perbaikan taraf hidup seluruh rakyat. Disamping merencanakan pemerataan pendapatan, perencanaan fasilitas-fasilitas umum yang dibutuhkan penduduk juga diperlukan. Kemakmuran yang adil dan merata tidak dapat terwujud hanya dengan menetapkan kebijaksanaan public secara rinci namun juga ditunjang dengan tekad politik pemerintah untuk mempertahankan polas polsa dasar dari tekanan kelompok kuat dalam masyarakat.
            Pembangunan pedesaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Agar pelaksanaan pembangunan nasional berjalan dengan lancer, perludiwujudkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis dalam bidang politik maupun ekonomi. Menjadi sangat penting penerapan kebijaksanaan pemerataan yang tertuju pada kelompok miskin dengan cara memberikan fasilitas dan rangsangan material bagi perbaikan hidup kelompok penduduk miskin.
Peran Pemerintah
            Pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam memberantas kemiskinan. Arah pembangunan ditempuh dengan kebijaksanaan pemerataan pembangunan untuk dapat merombak struktur kemiskinan. Melalui Repelita III, Presiden Soeharto memberikan dua pokok kebijaksanaan pembangunan, yaitu mengusahakan berkurangnya jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan  dan melaksanakan delapan jalur pemerataan.
            Pemerataan adalah lankah yang harus diambil untuk mengangkat pendapatan rendah dari jurang kemiskinan dan memutuskannya dari lingkaran setan kemiskinan. Peran pemerintah sangat diperlukan untuk mendorong bagi warga yang tertinggal untuk lebih maju. Campur tangan dan peran aktif pemerintah akan mencapi hasil yang maksimal apabila terdapat koordinasi yang efektif sehingga dapat membatu warga keluar dari lingkungan kemiskinan.
            Myrdal dan Hirschman menyatakan bahwa apabila perekenomiann dikendalikan oleh mekanisme pasar, dalam perekonomian akan timbul keadaan-keadaan yang anakn menghambat perkembangan ekonomi didaerah yang lebih terbelakang. Akbinbatnya lebih banyak lagi sumber-sumber daya dari daerah-daerah yang lebih miskin tidak berkembang dan memperlebar jurang kesejahteraan antara daerah yang kaya dan daerah yang terbelakang.
           
Perombakan Tata Ekonomi
            Forum internasional mempunyai keinginan untuk merombak tata ekonomi yang berlaku sedangkan kelompok Negara berkembang melakukan perjuangan menegakkan tata ekonomi internasional baru. Hal ini pada hakekatnya adalah mengusahakan proses pembangunan dalam dunia internaisonal yang memungkinkan pembagian pendapatan dunia secara merata. Banyak lembaga-lembaga internasional yang berusaha memperbaik kondisi rakyat miskin dengan cara pemerataan pendapatan melalu pemberian kredit internasional.
Kunci Keberhasilan Pemerintah
            Usaha pemerataan pembangunan merupakan tugas pemerintah yang khusus berwenang membuat keputusan melalui kebijaksanaan redistribusi. Public policy bukan merefleksikan permintaan tetapi pada nilai-nilai. Dengan demikian yang paling menentukan terealisasi atau tidaknya kebijaksanaan bukanlah semata-mata terletak pada segala ide dan statemen-statemen in abstacto  yang diucapakan pejabat melainkan segala tindakan in concreto  yang dilakukan oleh pelaksana di daerah dan ketersediaan serta kemampuan golongan lemah yang akan dibantu. Perombakan struktur sosial dan struktur stratifikasi harus dikerjakan agar hasil pembangunan dapat mencapai sasaran.
            Thomas R. Dye menekankan perbedaan antara policy out[ut dan policy impact, untu mengetahui apakah ada perubahan-perubahan pada target group yang dilakukan melalui penelitian dengan memperhatikan masa sebelum program diimplementasikan dan masa sesudah kebijaksanaan pemerataan dilaksanakan.
            Pembangunan pada dasarnya merupakan proses berlangsungnya perubahan-perubahan dan masyarakat dituntut agar dapat bertindak menurut cara-cara yang baru yang telah ditetapkan berdasarkan konsep-konsep dan persepsi baru. Hukum diusahakan untuk menjadi sarana menyalurkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menciptakan keadaan-keadaan baru atau mengubah sesuatu yang sudah ada.
            Berhasil tidaknya rencana pembangunan tidak hanya bergantung pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah melainkan juga ditentukan oleh tindakan para pelaksananya.

Simpulan
            Pembangunan adalah usaha pemerintah menaikkan kesejahteraan rakyat melalui kebijaksanaan pemerataan dengan tindakan-tindakan yang konkrit dan positif sebagai implementasinya. Rakyat sebagai target group ang kebanyakan hidup dipedesaan, focus perhatian perlu diarahkan pada rakyat miskin di pedesaan.
            Program pembangunan harus melihat manusia secara utuh sebagai konsekuensi logis maka pembangunan yang dilakukan bukan hanya kegiatan fisik tetapi juga perubahan sikap mental yang dapat menghambat pembangunan. Dengan dirumuskannya kebijaksanaan pemerataan pembangunan ke dalam perundang-undangan yaitu Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN maka keputusan-keputusan dapat dikomunikasikan kepada masyarakat luas dan menjadi landasan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan.
           
3
Hukum dan Pembangunan
            Hubungan antara hukum dengan pembangunan dalam kajian kontekstual. Hukum hendaknya memilih hakikat sebuah proyek studi yang interdisipliner, yang melibatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang membantu menjelaskan aspek yang berhubungan dengan kehadiran hukum di masyarakat. Trubek menyebutnya sebagai teori sosial tentang hukum atau studi hukum yang bersifat sosial.
            Negara berperan dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan. Hukum dipergunakan untuk mewujudkan tujuan-tujuan sosial melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan. Campur tangan hukum dalam kehidupan bermasyarakat terhadap masalah-masalah sosial semakin intensif. Masalah baru seperti hubungan antara perkembangan masyarakat dengan perkembangan hukum sangat berkaitan dengan peran dan fungsi hukum.
Mahasiswa dan Pendidikan Hukum
            Pemahaman hukum di Indonesia masih secara dogmatis, yang melihat hukum sebagai lembaga yang otonom terlepas diluar peraturan. Hukum dilihat sebagai suatu sistem yang logis dan konsisten dan kecenderungan mengarahkan pendidikan hukum pada vocational training.
            Hukum digunakan untuk memecahkan persoalan praktis dalam masyarakat, yang ruang lingkupnya peraturan-peraturan hukum, keputusan dan dokumen hukum yang sah diterima masyarakat. Teknik menerapkan hukum bagi penyelesain persoalan-persoalan hukum yang menjadikan ilmu hukum sebagai ilmu terapan dan memberikan kontribusi pada pembangunan.
            Pendekatan yang bersifat interdisipliner sebagai alat penggerak pembangunan dan membentuk masyarakat yang berwujud nilai-nilai pembangunan. Hukum dapat dipakai sebagai alat yang mengubah lingkungan hidupnya dan juga hukum merupakan suatu nilai untuk mewujudkan niai-nilai tertentu.
            Pembangunan adalah proses terus menerus yang mencakup bidang-bidang perilaku, ekonomi dan kelembagaan. Pembangunan merupakan proses politik yang ditopang oleh hukum dan hukum dipandang sebagai proses bukan sistem yang statis dalam proses penyelenggaraan pembangunan. Apabila hukum berperan dalam pembangunan baik sebagai alas dasar maupun sarana pengaturan, maka upaya untuk mengangkat harkat martabat manusia dapat terwujud dan bermakna.
Hukum dan Sosial Engineering
            Hukum diharapkan mampu berperan dalam pembaharuan masyarakat dan juga sebagai proses perubahan dan pengembangan masyarakat. Hukum hendaknya menentukan pola dan arah pembangunan masyarakat serta mampu menuntun kegiatan dan penyelenggaraan pembangunan agar kesejahteraan umat manusia terwujud.
            Peran sarjana hukum dituntut untuk mempertahankan status quo atau menjadi legal craftsmanship dan legal mechanic. Dibutuhkan sarjana hukum yang mampu menjalankan sebagai sosial engineer, yang mampu berperan sebagai pembaharu sosial, perencana sosial. Diperlukan peran mahasiswa untuk melihat penanan hukum sebagai fungsi masyarakat yang tidak hanya menerima hukum, melainkan data memberikan penjelasan mengenai kehadiran hukum dalam masyarakat dengan segala aspeknya.

Sarjana Hukum Yang Handal
            Dua pandangan untuk sarjana hukum, yaitu pandangan yang melihat bahwa perbaikan diperoleh dengan mengusahakan para mahasiswa hukum lebih banyak diperkenalkan dengan tuntutan dunia praktek agar menjadi lebih terampil  dan pandangan untuk dapat melibatkan para sarjana hukum lebih efektif dalam masalah-masalah perubahan sosial yang dipersiapkanmenjadi seorang perencana sosial. Peranan sebagai sosial engineer perl diutamakan dengan mendorong mahasiswa melihat fenomena hukum sebagai fungsi masyarakat.
            Perkembangan baru yang menghendaki ketrampilan baru yang diperlukan sarjana hukum, yaitu
  1. Turut serta dalam proses pembelajaran dan mendorong terciptanya suatu kemampuan yang kreatif.
  2. Menciptakan sarjana hukum yang mampu menciptakan masyarakat  melalui sarana-sarana hukum dan mampu menyelesaikan masalah hukum dalam konteks sosial.
  3. Merubah pola pikir sarjana hukum yang tidak hanya memahami ilmu hukum yang policy oriented melainkan melakukan pandangan kritis terhadap peraturan dan asas-asas hukum dalam konteks sosial.
  4. Dibutuhkan sarjana hukum dan lembaga hukum yang baru untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang menjadi sasaran pengaturan hukum dalam pembuatan maupun pelaksanaan keputusan-keputusan pembangunan.
  5. Hukum bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat yang lebih maju dan adil yang menekankan tidak hanya pada pentingnya pengetahuan hukum sebagai perangkat peraturan-peraturan dan keahlian untuk menafsirkannya tetapi juga untuk mendapatkan atau menemukan hukum.
4
Paradigma Reversal:
Pemberdayaan Hukum Melalui Pembangunan Alternatif
            Transisi hukum dari runtuhnya rezim Soeharto ke tangan Habibie masih terasa tanpa perubahan. Penegakan hukum masih lemah, kurangnya kesadaran hukum bagi masyarakat. Pada era itu terjadi tarik menarik antara hukum dengan politik dikarenakan konfigurasi politik sangat dominan baik karakter maupun produk hukumnya.
            Hukum bersifat sentralistik, didominasi oleh eksekutif yang bersifat represif dan dibentuk untuk mempertahankan kekuasaan (status quo) yang lebih mencerminkan kepentingan kelompok yang memiliki bargaining position yang kuat namun tidak mencapai keadlian yang benar. Diperlukan proses partisipatif untuk memperoleh hukum yang responsive yang mencerminkan keadilan. Kala itu proses pembentukan hanya sebatas formalitas belaka karena hukum ditentukan oleh konfigurasi politik.
Dinamika Pemikiran Tentang Hukum
            Filsafat formalisme akan memandang hukum sebagai prasyarat-prakondisi bagi kehidupan rasional yang esensial. Hukum merupkan peraturan yang dinyatakan secara umum dan dimengerti oleh semua orang, mengatur perbuatan-perbuatan yang boleh atau tidak boleh dilakukan, memberikan prediksi bagi pelaku yang bermain dengan konsekuensi dari setiap tindakan yang dilakukan, memberikan kepastian dan memberikan ketertiban sosial dalam mengatur masyarakat.
            Formalisme lebih mementingkan bentuk dan eksistensinya, substansi hanya berurusan dengan isi dan konsekuensinya tanpa memperdulikan unsure kultur dari hukum. Hukum membuka kemungkinan ketidakadilan hadir menyamar sebagai keadilan.
            Pemikir filsafat pencerahan, bahwa formalisme dapat menjerumuskan masyarakat pada ketidakadilan. Hukum dan keadilan hendaknya terjadi korespondensi resiprokal dan dinamis. Kegagalan menciptakan keadilan menandakan bahwa hukum tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar yang dapat memicu kekerasan, kerusuhan, kriminalitas dan sebagainya.
            Hukum hendaknya dilihat secara utuh melalui pendekatan holistic, hukum bukan sekedar formalitas yang hanya berurusan soal-soal normatif melainkan unsure kultur perlu diperhatikan disamping struktur dan substansinya. Masalah nilai dan asas sebagai landasan pembentukan suatu peraturan perlu mendapat perhatian utama karena asas mengandung nilai moral dan etis masyarakat dan berperan mencapai hakikat hukum yang memberikan kebahagiaan bagi semua orang.
            Hukum selama ini dipakai sebagai alat legitimasi bagi penguasa untuk bertindak sewenang-wenang dapat digunakan sebagai alat untuk menindas rakyat demi mempertahankan kekuasaan, mengambil alih hak-hak rayat, menguasasi asset-aset nasional. Hal tersebut yang mengakibatkan kesenjangan sosial yang makin luas yang disertai perlakuan tidak adil.
            Pembangunan alternative lebih memfokuskan mengawasi dan melindungi kaum miskin. Memberdayakan setiap individu maupun kolektif untuk meningkatkan kemampuan di berbagai bidang agar dapar bersaing.
Mega Lawyering: Jasa Hukum Era Global
            Era globalisasi yang membentuk sistem kapitalisme dan perdagangan bebas, mengakibatkan hubungan/kerja sama antara Negara kuat dan negra berkembang dalam berbagai bidang termasuk hukum. Disepakatinya General Agreement on Trade in Services (GATS-PU) mengandung arti bahwa setiap Negara harus membuka arus liberalisasi perdagangan jasa hukum atau yang disebut mega-lawyering. Pengelolaan jas hukum model Amerika melalui law firm  yang berorientasi bisnis dan komersial dapat mengganggu profesi jasa hukum di Indonesia.
            Pelayanan hukum untuk kelompok minoritas terabaikan, karena sebagian dari mereka adalah warga masyarakat yang sanggup memerikan imbalan dan mampu membeli jasa hukum untuk membela kepentingan kelompok yang memiliki kedudukan yang kuat sehingga kelompok lemah semakin terpinggirkan dan tak berdaya.
            Paradigm pembangunan alternative dapat memberdayakan kaum yang terpinggirkan tersebut yang mengupayakan praktek pelayanan hukum tidak dilakukan secara diskriminatif. Lawyers hendaknya memiliki possession of a sensitive terhadap perkembangan, mereka juga harus mampu menjadi public leaders yang pandai mengarahkan perkembangan masyarakat kearah cita hukum dan demokrasi.
            Legal services to the poor perlu mendapat perhatian untuk membangun masyarakat agar dapat mengetahui hak-hak hukumnya. Profesi hukum tidak hanya diruang pengadilan saja tetapi juga harus berani mengemukakan pendapat  maupun komentar termasuk kesadaran hukum masyarakat yang dapat merugikan masyarakat.
Orientasi Pendidikan Hukum
            Pendidikan hukum saat ini masih menitiberatkan pada bongkar pasang peraturan perundang-undangan. Pendidikan hukum lebih bertumpuh pada vocational training untuk mencetak legal craftsmanship dan legal mechanic dan lebih menekankan pada pendekatan yuridis-formal dan perspektif, sehingga menyulitkan mahasiswa untuk melihat realitas sosial yang sifatnya multi-dimensi, multi-aspek, multi-metode.
            Hukum tidak dapat terlepas dari masyarakat. Makin modern suatu masyarakat hukum menjadi penting peranannya dan makin dibutuhkan. Hukum merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari oleh manusia dalam mewujudkan tujuan hidupnya dan hukum diperlukan sebagai sarana control sosial.
            Pendekatan kemsyarakatan secara global dan bersifat interdisipliner merupakan suatu kebutuhan yang tidak terelakan. Hukum lebih berorientasi pada kebijaksanaan public, menjadikan kekuasaan Negara mencampuri hubungan ekonomi dan sosial agar lebih mantap dan dapat memecahkan persoalan soasial-ekonomi.
            Lulusan fakultas hukum diharapkan mampu membaca, memahami dan menjelaskan fenomena hukum yang terjadi dalam masyarakat dan memiliki kemampuan dalam bidang legal drafting, dan melakukan penelitian yang beorientasi pada pengembangan ilmu hukum untuk kepentingan praktek dan disertai rasa tanggung jawab.
            Mahasiswa dituntut memiliki kemampuan untuk manganalisis dan melakukan penjelasan terhadap permasalahan hukum didalam realitas sosial, yang menekankan dan terbatas pada analisa hukum sebagai suatu sistem logic-konsisten ke arah kesadaran akan pembaharuan hukum dan perencana sosial. Oleh karena itu perubahan didalam sistem pendidikan hukum merupakan tuntutan yang amat mendesak.
Kasus Pendidikan Hukum di Indonesia
            Pentingnya perubahan sistem pendidikan hukum lebih dikarenakan hukum tidak lagi memiliki wibawa dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Indonesia hanya meratifikasi berbagai konvensi-konvensi internasional yang lebih berorientasi pada kepentingan ekonomi global tanpa mempertimbangkan implementasinya dalam masyarakat. Perbedaan budaya hukum dapat menimbulkan suatu kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan yang terjadi di dalam masyarakat.
            Budaya hukum diartikan sebagai persepsi dan sikap seseorang atau masyarakat terhadap hukum dan tidak terlepas dari ciri-ciri masyarakat. Budaya hukum merupakan motor yang dapat mendorong seseorang atau masyarakat untuk berperilaku yang sesuai atau bertentangan dengan hukum. Masyarakat Indonesia sendiri bersifat communal communal yang sulit menerima kehadiran budaya hukum yang bersifat individualis, profit benefit dan banyak dipengaruhi aspek ekonomi.
            Keberadaan undang-undang tentang Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu contoh masalah budaya hukum, yang mensyaratkan agar seseorang yang mempunyai temuan baru dan orisional untuk segera didaftarkan dan mendapatkan hak cipta.
            Masing-masing hak cipta mempunyai budaya hukum yang berbeda, sehingga apabila ada seseorang meniru karya/ciptaan orang lain yang telah dipatenkan tanpa ijin dapat dituntut secara hukum. Pokok persoalan yang penting adalah bukan menolak undang-undang tersebut dalam kaitannya dengan globalisasi namun perlu dipikirkan bagaimana hukum diberdayakan agar tidak menjadikan masyarakat lapisan bawah semakin lemah, miskin dan tidak berdaya.




5
Perlindungan Hukum Terhadap Pasien
Kasus Malpractice
            Berbagai macam diskusi yang member petunjuk bahwa terdapat kalangan dokter yang merasakan adanya kalangan pelayanan dokter yang kurang atau tidak sesuai dengan Kode Etik Kedokteran. Keluham masyarakat berupa pelayanan kesehatan yang mengakibatkan kerugian pasien atau dapat menimbulkan penderitaan lebih lanjut.
            Kondisi sosial dan perubahan dalam susunan masyarakat dipengaruhi oleh perubahan pada sifatnya yaitu pergeseran nilai-nilai budaya yang mempengaruhi alam pikiran, mentalitet serta jiwa kita sendiri, yang mengkibatkan benturan kepentiangan yang tidak jarang seseorang akan bertindak menyimpang dari norma-norma yang telah ada.
Kode Etik Kedokteran adalah perwujudan nilai-nilai moral yang berlaku bagi profesi kedokteran yang berusaha mempertahankan kemuliaan dan kehormatan profesi kedokteran, karena Kode Etik tersebut mengandung makna yang berkaitan dengan: perilaku yang berisikan hak dan kewajiban berdasarkan perasaan normal dan perilaku yang sesuai untuk mendukung standar profesi.
             Transaksi terapeutik adalah transaksi antara dokter dan pasien untuk menentukan atau mencari terapi yang paling tepat bagi pasien. Transaksi tersebut menimbulkan hak dan kewajiban yang timbale balik, apabila tidak dipenuhi oleh para pihak maka wajar apabila pihak yang dirugikan menuntut gugatan. Banyak permasalahan malpactrice kepada profesi dokter. Pasien merupakan konsumen yang memakai jasa pelayanan kesehatan, maka konsumen mempunyai hak yang mendapat pelindungan hukum.
Terminology Malpractice
            Malpactrice adalah suatu tindakan yang kurang hati-hati dari seseorang dalam menjalankan profesinya. Ukurang kurang hati-hati terletak pada ketentuan seorang hakim atau juri. Malpactrice mempunyai arti yang luas dan biasanya dipakai untuk bad practice; suatu ketika disebut dengan malapraxis, dalam hal perawatan seorang pasien.
            Timbulnya malpactrice bermula pada hubungan pasien-dokter, yang memberikan dasar terdapatnya hak dan kewajiban antara kedua belah pihak. Transaksi terapeutik, dokter harus menggunakan kepandaiannya maupun keilmuan yang dimilikinya dalam melakukan perawatan seorang pasien dan kewajiban pasien untuk membayar honorarium. Adanya kelalaian dokter akibat hubungan yang telah terjadi dapat menyebabkan kerugian pasien.
            Malpactrice terjadi apabila ada hubungan antara dokter dengan pasien, yang didahului oleh hubungan dokter dan pasien yang masing-masing piha dibebani hak maupun kewajiban. Transaksi terapeutik bertumpu pada dua macam hak asasi, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak atas informasi.
Hubungan Dokter dan Pasien
            Transaksi antara dokter dan pasien secara umum diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Transaksi terapeutik antara dokter-pasien harus memenuhi syarat2 seperti dalam pasal tersebut sehingga menimbulkan hak dan kewajiban yang dilindungi dan dijamin oleh HAM yang sifatnya universal.
            Ada konsekuensi bagi seorang dokter dalam menjalankan profesinya untuk mengkomunikasikan setiap transaksi terapeutik kepada pasiennya. Informasi dari dokter sangat diperlukan oleh seorang pasien, sehingga pasien dapat memilih atau menentukan nasib dirinya perawatan apakah yang ia kehendaki dan tentunya keputusan dari seorang pasien harus disepakati juga oleh dokter.
            Hak pasien perlu mendapat perhatian dalam transaksi terapeutik. Sifat transaksi terapeutik adalah memberikan bantuan pertolongan (hulpver-leningcontract), dimana disatu pihak pasien yang telah menyerahkan dirinya dengan kepercayaan bahwa dokterlah dengan bakal ilmu dan keterampilannya yang dimilikinya akan mendapat menolong dirinya. Dokter mempunyai kewajiban untuk bertindak hati-hati dan teliti dalam melayani kepercayaan pasien.
Kode Etik: Pedoman Tingkah Laku Dokter
            Kode Etik Kedokteran diartikan sebagai pedoman tingkah laku bagi pelaksana profesi medis. Dua hal kaitannya etika dengan filsafat, yaitu syarat-syarat yang diperlukan untuk memberikan batasan bagi apa yang disebut sebagai perbuatan yang benar, baik dan apa yang disebut summum bonum yaitu batasan untuk sesuatu yang dikatakan baik dan benar.
            Etika sangat erat kaitannya dengan perilaku yang berisikan hak dan kewajiban berdasarkan perasaan moral dan perilaku yang sesuai untuk mendukung standar profesi. Sehingga etika disebut sebagai filsafat tentang tindakan manusia. Salah satu factor yang mempengaruhi ketaatan seorang pengemban profesi ditentukan oleh jangka waktu penanaman nilai-nilai Kode Etik Kedokteran, sehingga ketaatan pada Kode Etik Kedokteran dikontrol atas dan oleh dirinya sendiri.
            Dua unsure profesi kedokteran dalam memberikan pelayanan, yaitu menerapkan seperangkat pengetahuan yang tersusun secara sistematis terhadap problema-problema tertentu, problema-problema tersebut mempunyai relevansi yang besar dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang dipandang pokok dalam masyarakat.
            Sifat dari kode etik adalah normatif yang tidak dapat dipisahkan dari nilai-nlai yang ada dalam masyarakat. Dokter sebagai pengemban profesi diharapkan dapat mencerminkan nlai yang dianut oleh dunia profesi kedokteran sebagai nilai pandangan hidupnya.  Pada akhirnya komitmen pada nilai-nilai serta norma-norma yang mempunyai kedudukan sentral bagi tugas-tugas keprofesionalannya sangat penting.
Factor Sosial dan Malpractice Dokter
            Kasus Malpractice di Indonesia belum diketahui jumlahnya. Dokter dalam melaksanakan profesinya tidak dapat terlepas dari lingkungan fisik. Dokter harus berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Interaksi adalah akibat dan proses komunikasi. Proses komunikasi adalah alar dari interaksi dan proses sosial.
            Proses sosial selalu melibatkan welfare values, yaitu nilai-nilai yang dianggap penting oleh dan untuk kehidupan manusia agar ia dapat hidup dengan layak, mempunyai pendapatan yang mencukupi keperluan sehari-hari. Sedangkan deference sosial adalah kelompok nilai yang lebih tinggi, nilai-nilai moral apa yang dianggap baik, buruk, tidak jujur dan sebagainya.
            Welfare values dan deference sosial merupakan kekuatan-kekuatan yang cenderung mempengaruhi tingkah laku seorang. Tingkah laku yang melanggar norma dianggap sebagai penyimpangan.
            Teori penyimpangan mengajarkan bahwa pemegang peran dapat mempunyai motivasi, baik yang berkehendak untuk menyesuaikan diri dengan norma maupun yang berkehendak untuk tidak menyesuaikan diri dengan keharusan norma.
Hukum dan Perlindungan Hak-Hak Pasien
            Presiden JF. Kennedy menemukan empak hak dasar, yaitu hak memperoleh keamanan, hak memilih, hak mendapat informasi dan hak untuk didengar. Masyarakat Ekonomi Eropa mensepakati lima hak dasar konsumen, yaitu hak perlindungan kesehatan dan keamanan, hak perlindungan kepentingan ekonomi, hak mendapat ganti rugi, hak atas penerangan dan hak untuk didengar.
            Hak-hak dasar merupakan hak yang bersifat universal. UUD 1945 mengatur mengenai hak-hak warga Negara yaitu pasal 27 ayat (2) dan pasal 28 maupun penjelasannya. TAP MPR No. II/MPR/1978 menegaskan bahwa setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban asasi yang sama. Penggunaan hak dan kewajiban asasi harus seimbang, selaras dan serasi. Hak dan kewajiban dokter-pasien hendaknya dipatuhi sehingga tercapai hasil yang diharapkan masing-masing pihak.
            Pengaturan hak-hak pasien tidak dijumpai, melalui undang-undan yang telah ada maupun TAP MPR, adanya hak-hak pasien dapat disimpulkan dan perlu mendapatkan perlindungan.
Hukum dan Praktek Pelayanan Dokter
            Transaksi terapeutik antara dokter dan pasien bersifat pemberian bantuan pertolongan. Pasien mempunyai hak yang dilindungi hukum yaitu hak atas informasi dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Hal ini memberikan kewajiban pada dokter untuk mengkomunikasikan informasi selengkap-lengkapnya. Informasi sangat penting bagi seorang pasien untuk dapat memberikan peresetujuan ataupun menolak suatu perawatan yang akan diberikan oleh dokter yang bersangkutan. Pasien dapat menolak berdasarkan haknya.
            Apabila tindakan dokter telah merugikan pasien, maka pasien dapat menggugat dokter berdasarkan wanprestasi dan onrechtmatigdaad yang diatur dalam pasal 1843 s/d 1889 KUHPerdata dan pasal 1365, 1366 KUHPerdata. Jika seorang dokter memberikan informasi tidak benar dalam rangka penelitian suatu obat baru dan off the record tanpa persetujuab pasien maka tindakan dokter dapat dikenakan pasal penipuan atau perbuatan curang.
            Terdapat kesulitan untuk membuktikan terjadinya malpractice dalam kerugian yang diderita pasien dan apakah ada hubungan langsung dengan tindakan dokter. Selain sulit membuktikan terjadinya malpractice, seorang dokter yang telah melakukan perawatan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian yang telah diperolehnya tidak akan menyatakan bahwa apa yang ia lakukan adalah untuk mendapatkan hasil yang tidak dikehendaki.
            Tindakan dokter yang mengakibatkan kerugian penderita, tidak dapat dituduh telah melakukan malpractice. Hal ini terjadi apabila tindakan dokter dilakukan di rumah sakit yang bukan milik pribadinya, kecuali bila operasi dilakukan pada klinik-klinik maupun praktek-praktek pribadi. Tersedianya fasilitas dirumah sakit sangat menentukan berhasil tidaknya tindakan dokter yang telah dilakukan.
            Bila seorang pasien yang merasa dirugikan mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi karena dianggap telah terjadi malpractice, maka dokter tidak akan membiarkan nama dan kehormatannya dinodai. Menurut Hazewinkeluringa, tidak dapat diharapkan dari para dokter untuk wajib menyimpan rahasia dan membiarkan saja dirinya dihina, dimalukan atau hendak dirugikan materiil.
            Menurut Langemeyer, tidak serta merta seorang dokter bebas membuka rahasia pekerjaannya kalau digugat pasiennya. Dalam menghadapi hal demikian, seorang dokter terlebih dahulu harus berusaha membela diri tanpa membuka rahasianya. Apabila pembelaannya tidak cukup baru ia membuka rahasianya. Berhubung dengan rahasia pekerjaannya, maka ia tidak diperkenankan untuk terlebih dahulu mengajukan fakta-fakta yang wajib merahasiakannya.
            Dokter diwajibkan untuk menyimpan rahasia pekerjaannya, namun hal tertentu dokter dapat membuka rahasia termasuk untuk kepentingan pembelaan dirinya. Dokter harus membatasi diri untuk tidak mengungkapkan fakta-fakta yang tidak perlu bagi pembelaan dirinya. Seorang dokter yang melakukan perbuatan karena daya paksa untuk membela dirinya, diatur dalam pasal 48 dan 49 KUHP. Untuk mewujudkan hak-hak pasien, maka sistem peradilan di Indonesia perlu dibenahi.
Meminimalisasi Malpractice
            Penyebab terjadinya malpractice adalah tindakan dokter yang kurang hati-hati dalam merawat pasien yang menyebabkan kerugian pasien. Terjadinya malpractice dapat melibatkan tidak hanya satu dokter, dimungkinkan juga tim dokter atau tenaga medis lainnya. Factor-faktor lain dapat menentukan berhasil tidaknya tindakan seorang dokter.
            Usaha-usaha untuk mengurangi terjadinya malpractice, yaitu penanaman nilai-nilai moral yang terkandung dalam Kode Etik Kedokteran sebaiknya dilakukan sedini mungkin, pemberian izin praktek dokter harus diperketat, diperlukan peninjauan secara berkala teradap izin praktek, peningkatan pengetahuan maupun ketrampilan dokter perlu dilakukan melalui diskusi-diskusi maupun saran yang lain, dokter harus memenuhi hak-hak pasien, dokter yang melanggar Kode Etik Kedokteran harus dikenai sanksi yang tegas.
            Perlu diadakan pengontrolan terhadap keadaan rumah sakit maupun peninjauan kembali tujuan dari rumah sakit. Perlu dibuat suatu persyaratan yang ketat untuk dapat mendirikan sebuah rumah sakit sehingga unsure untuk mencari keuntungan semata-mata dapat dihindari. Rumah sakit yang melanggar atau tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah harus dtindak tegas.

Simpulan
            Transaksi dokter-pasien timbul karena adanya kepercayaan dari pasien bahwa dokter satu-satunya manusia yang dapat memberikan pertolongan. Masing-masing pihak dibebani hak dan kewajiban.
            Informasi perlu diberikan oleh seorang dokter kepada pasien dengan selengkapnya yang berdasarkan fakta. Informasi untuk kepentingan eksperimen tanpa persetujuan pasien, dokter dapat dikenai hukuman pidana karena penipuan atau perbuatan curang.
            Perawatan pasien oleh seorang dokter dapat dilakukan setelah ada persetujuan dari pasien. Dokter dapat dikenai malpractice apabila melanggar hak pasien.
            Kerugian yang diderita pasien disebabkan oleh factor lain, maka dokter tidak dapat dituntut telah melakukan malpractice.
            Hak-hak pasien bersifat universal yang tercantum dalam undang-undang, namun perwujudan hak-hak tersebut sulit dilaksanakan.
            Diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dalam mengurangi terjadinya malpractice.


Epilog
Kegunaan Pendekatan Interdisipliner
Terhadap Hukum: Sebuah Keniscayaan
            Tatanan diperlukan untuk mengatur baik hubungan manusia dengan ciptaan yang lain. Pada hakekatnya tatanan-tatanan tersebut diperlukan untuk mencapai ketertiban atau keteraturan agar berbagai kepentingan manusia dapat diintegrasikan secara baik. Pengaturan perilaku manusia dalam alam semesta yang berupa norma-norma hukum tidak pernah lepas dari norma moral, etika, sopan santun. Norma hukum yang dipositifkan dan dirumuskan secara tertulis ke dalam rumusan pasal-pasal peraturan perundang-undangan diharapkan ditaati oleh masyarakatnya. Oleh karena itu norma hukum mengandung keadilan, kepastian dan kegunaan.
Ragam Cara Pandang
            Perkembangan masyarakat selalu disertai dengan persoalan-persoalan dan tatanan-tatanan yang mengaturnya dan membutuhkan cara pandang yang berbeda dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Cara pandang positivistic terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan hukumnya. Muncul wacana baru seperti cara pandang kritis dan konstruktivisme.
            Perubahan cara pandang terhadap perkembangan masyarakat dan hukum melahirkan studi hukum kritis yang semula hukum hanya dikonsepkan sebagai sesuatu yang bebas nilai atau diluar susunan peraturan perundang-undangan berkembang pandangan baru yang menyatakan bahwa hukum pada dasarnya tidak netral atau sarat nilai.
Pendidikan Hukum Konvensional
            Cara pandang positivistic menjadi penyebab munculnya kesulitan dalam melakukan pembaharuan sistem hukum. Produk hukum yang dikeluarkan kurang tepat sasaran, keadilan dan kemanfaatan dan kedamaian dalam masyarakat sulit terwujud dan menimbulkan kesenjangan antara harapan dan kebutuhan masyarakat yang sulit dipertemukan.
            Hukum sudah makin tidak nyaman untuk melindungi dan mengarahkan masyarakat kea rah yang lebih bermartabat. Hukum cenderung dipakai untuk melegitimasi kepentingan-kepentingan kelompok. Perspektif filsafati dan sosiologis mulai terabaikan dalam tatanan hukum. Pendidikan hukum konvensional hanya melahirkan effective lawyer yang memiliki ketrampilan litigasi dan negoisasi. Webber ”hukum cenderung untuk getting thing done dan mengabaikan penderitaan masyarakat yang tertindas”. International Legal Center: ”hukum hanya memberikan pengetahuan tentang hukum sebagai seperangkat aturan normatif dan kemampuan menginterpretasikan. Mereka tidak memiliki kemampuan menganalisis dan mengevaluasi kebijaksanaan di balik sebuah peraturan”.
            Pola piker lawyers cenderung bersifat praktis (ad hoc) dalam menjalankan profesinya. Produk perundang-undangan tampak kehilangan nilai filosofis dan factual (sosiologis). Pendidikan hukum sangat lemah untuk mempersiapkan lulusannya berperan dalam pembuatan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berkaitan dengan pembuatan maupun penerapan hukum.
Reformasi Pendidikan Hukum
            Fakultas Hukum perlu berbenah diri dalam melakukan pendekatan konseptual terhadap hukum. Hal tersebut agar mahasiswa hukum memahami hukum secara interdisipliner dan holistic. Substansi hukum perlu dikembangkan agar mahasiswa hukum tidak sekedar memahami hukum sebagai rumusan tertulis berupa pasal-pasal yang kemudian diterapkan dalam kasus kasus, melainkan  kemampuan untuk dapat menganalisis berbagai permasalahan hukum dengan menggunakan teori sosial.
            Mahasiswa hukum dapat menjelaskan keterkaitan dan ketergantungan hukum sebagai sub sistem dengan sub-sub sistem lainnya dan dapat menangkap makna hukum sebagai suatu fenomena sosial yang terus berkembang di masyarakat. Para lawyers dibutuhkan untuk dapat menerjemahkan sekaligus menjabarkan policy  ke dalam peraturan perundang-undangan.
Sebuah Keniscayaan
            Pemahaman interdisipliner terhadap hukum merupakan kebutuhan yang tak terelakkan. Dengan adanya pembaharuan hukum, pendidikan hukum harus dibenahi untuk menunjukkan bahwa hukum dengan berbagai perangkatnya sudah tidak dipercaya lagi sebagai institusi perumus dan penentu keadilan dan kebenaran di masyarakat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kedudukan Lembaga Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945

Mengenal Holding Company di Indonesia

Akibat Hukum Perseroan Terbatas Yang Dijatuhi Putusan Pailit